TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo mengakui, dana suap Rp 500 juta yang ia berikan kepada mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan berasal dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan.
”Saya transfer ke rekening (atas nama) Ika Indrayani di Bank BCA pada 7 Januari 2020,” kata Thamrin dalam sidang pemeriksaan saksi lewat ”video conference” di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (9/7/2020).
Thamrin menjadi saksi untuk terdakwa Wahyu Setiawan dan kader PDI Perjuangan Agustiani Tio Fridelina.
Wahyu dan Agustiani didakwa menerima suap Rp 600 juta dari kader PDIP Harun Masiku agar mengupayakan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI daerah pemilihan Sumatera Selatan (Sumsel) 1 kepada Harun Masiku.
Selain itu, Wahyu Setiawan juga didakwa menerima suap Rp 500 juta dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan.
Dalam persidangan di pengadilan Tipikor tersebut, Thamrin, Wahyu maupun Agustiani tidak hadir secara fisik.
Yang hadir hanya majelis hakim, jaksa penuntut umum (JPU) KPK dan pengacara kedua terdakwa.
Dalam dakwaan yang dibacakan dalam sidang terdahulu, JPU memang menyebutkan, Wahyu Setiawan juga menerima hadiah atau janji berupa uang sebesar Rp 500 juta dari Rosa Muhammad Thamrin Papayo terkait proses seleksi Calon Anggota KPU Daerah Provinsi Papua Barat periode 2020 - 2025.
Dalam proses seleksi yang berlangsung pada Desember 2019, masyarakat Papua ketika itu gencar melakukan demonstrasi karena hanya tinggal tiga Orang Asli Papua (OAP) yang lolos tes tahap akhir.
Mereka menuntut agar anggota KPU Provinsi Papua Barat yang terpilih harus ada yang berasal dari putra daerah Papua.
Thamrin Payapo menerangkan, untuk meredakan emosi masyarakat, ia meminta Wahyu untuk mengusahakan agar ketiga OAP tersebut lolos seluruhnya.
Waktu itu, posisi Wahyu adalah koordinator wilayah (korwil) KPU Pusat untuk Provinsi Papua Barat.
”Sebagai sekretaris KPUD, saya menyampaikan ke korwil soal psikologi masyarakat yang menghendaki tetap harus orang Papua,” ujarnhya.
Thamrin menjelaskan, ia mendatangi Wahyu Setiawan di kantornya karena tidak ada pilihan lain.
Sebab, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan disebut kecewa sekali.
”Apalagi, dalam perkembangannya, Pak Wahyu pernah bilang bahwa dalam pilkada ini ada komisioner (KPU) yang tidak senang dengan salah satu anggota (KPUD). Jadi, saya was-was,” ungkapnya.
Menanggapi permintaan itu, aku Thamrin, Wahyu mengatakan, ”Kita usahakan semuanya lolos.”
Setelah pertemuan dengan Wahyu itulah, Thamrin lantas menghadap Gubernur Dominggus Mandacan, karena Wahyu sempat bertanya tentang kesiapan Gubernur.
”Pak Gub menyampaikan, ’Di sini bukan harga diri saya yang dipertaruhkan, tapi harga diri orang Papua.’ Ini ancaman besar, bahkan ada keluarga saya yang diancam akan dibakar. Ini ancaman bukan main-main,” kata Thamrin.
Thamrin mengaku, ia diminta datang ke kediaman resmi Gubernur Papua Barat di Manokwari.
”Ada telepon, sepertinya dari ajudan Pak Gubernur, untuk datang ke kediaman pribadi Pak Gub. (Uang itu) diberikan di luar pagar dan dikatakan agar langsung untuk Pak Wahyu. Jumlahnya Rp 500 juta,” ujarnya.
Atas perintah itu, Thamrin lalu meminta nomor rekening Wahyu.
Tapi karena Wahyu tidak kunjung mengirimkan, Thamrin memasukkan uang tersebut ke rekeningnya sendiri.
”Baru sorenya Pak Wahyu kirim rekening Ika Indrayani di Bank BCA. Lalu saya transfer tanggal 7 Januari itu. Sudah itu saya laporkan ke Pak Wahyu, saya bilang sudah transfer. Saya katakan 'tiga orang asli Papua harus masuk', lalu beliau balas ’sip’ ke saya,” kata Thamrin.
Ika Indrayani adalah istri dari sepupu Wahyu.
Ia dipinjam rekeningnya untuk menerima transferan tersebut dengan alasan untuk urusan bisnis. (*)