Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah Negara Republik Indonesia akan menghormati hak-hak Maria Pauline Lumowa sebagai tersangka.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengaku sudah berkomunikasi dengan Maria untuk menjamin hak selama menjalani proses hukum.
Menurut Mahfud, pembicaraan itu dilakukan di ruang VIP Terminal III Bandara Internasional Soekarno-Hatta, setelah Maria tiba dari Serbia, pada Kamis (9/7/2020).
“Saya sudah berbicara dengan MPL. Saya katakan (pemerintah Indonesia,-red) akan memperlakukan secara baik dan memperhatikan hak asasi manusia,” kata Mahfud MD, pada sesi jumpa pers di ruang VIP Terminal III Bandara Internasional Soekarno-Hatta, pada Kamis (9/7/2020).
Selama menjalani proses hukum, Maria berhak mendapatkan pendampingan hukum.
Baca: Mahfud MD Sebut Maria Pauline Lumowa Bisa Lolos Lagi Apabila Indonesia Terlambat Proses Ekstradisi
Menurut Mahfud MD, Maria sudah menunjuk penasihat hukum.
“Bantuan hukum tetap diberikan. Boleh menunjuk pengacara dan ibu (MPL,-red) mengatakan mempunyai kuasa hukum dari Kedutaan Besar. Karena sekarang menjadi Warga Negara Belanda,” ujar Mahfud.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menjamin proses hukum terhadap MPL akan berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Saya nanti akan berhubungan dengan Kedubes. Kami akan mematuhi standar prosedur hukum yang berlaku. Beliau (MPL,-red) berhak didampingi pengacara dan negara di mana beliau menjadi warga negara akan melakukan pendampingan,” ujar Yasonna.
Untuk diketahui, Maria merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru. Modus operandi yang dilakukan dengan cara Letter of Credit (L/C) fiktif.
Baca: Kronologi Lengkap Penangkapan Maria Pauline Lumowa, Buronan Kelas Kakap Pembobol Bank BNI
Maria Pauline Lumowa bersama-sama dengan Adrian Waworuntu, pemilik PT Gramarindo Group menerima dana pinjaman senilai 136 juta dollar Amerika Serikat atau setara Rp 1,7 Triliun, pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003 dari Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI mencurigai transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Kemudian, dugaan L/C fiktif ini dilaporkan ke Mabes Polri. Maria terlebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Pada 2009, diketahui Maria berada di Belanda dan sering bolak-balik ke Singapura. Maria sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.