Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima laporan terkait adanya sejumlah oknum kepala daerah bermain praktik lancung untuk mengangkat citra jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2020.
Praktik curang itu dilakukan dengan cara 'membonceng' penggunaan dana penanganan Covid-19 dari pemerintah pusat.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, dana penanganan Covid-19 itu dijadikan sarana sosialisasi diri atau alat kampanye, seperti memasang foto kepala daerah pada bantuan sosial kepada masyarakat yang terkena dampak pandemi.
Baca: KPK Periksa Seorang Wanita Terkait Penyembunyian Sejumlah Pihak yang Mengetahui Perbuatan Nurhadi
Baca: Penjelasan KPK Terkait Penggeledahan di Kota Banjar Jawa Barat
"Tidak sedikit informasi perihal cara oknum kepala daerah petahana yang hanya bermodalkan selembar stiker foto atau spanduk raksasa, mendompleng bantuan sosial yang berasal dari uang negara, bukan dari kantong pribadi mereka, yang diterima KPK," kata Firli dalam keterangannya, Minggu (12/7/2020).
Selain tidak elok dilihat, menurut Komisaris Jenderal Politi itu, hal tersebut tentunya telah mencederai niat baik dan kewajiban pemerintah membantu rakyat di masa pandemi.
Firli pun meminta peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) sejak dini untuk mengingatkan dan memberi sanksi para petahana yang menggunakan program penanganan pandemi Covid-19 seperti bansos untuk pencitraan diri.
"Sanksinya bisa sampai pembatalan dirinya sebagai calon seperti termaktub pada Pasal 71 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada," ujarnya.
Pasal 71 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada berbunyi, "Kepala daerah dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih."
Mantan Kapolda Sumatera Selatan itu lantas mengimbau para kepala daerah untuk stop mempoles citra dengan dana penanganan pandemi virus Corona.
Pasalnya, ujar Firli, ada beberapa kepala daerah yang berkepentingan untuk maju, lihat mengajukan alokasi anggaran Covid-19 yang cukup tinggi. Padahal, kasus di wilayahnya sedikit.
Ada juga kepala daerah yang mengajukan anggaran penanganan Covid-19 yang rendah, padahal kasus di wilayahnya terbilang tinggi.
Hal itu terjadi, menurut Firli, karena sang kepala daerah sudah memimpin sampai periode kedua, sehingga tidak berkepentingan lagi untuk maju.
"Saya ingatkan, jangan main-main. Ini menjadi perhatian penuh KPK. Terlebih dana penanganan Covid-19 sebesar Rp695,2 triliun dari APBN maupun APBD, adalah uang rakyat yang harus jelas peruntukkannya dan harus dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya," tegas Firli.