TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembangunan sarana dan prasarana Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) siap dilaksanakan dengan di tandainya peletakan batu pertama pada Selasa (14/7/2020).
Hal ini di dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), bersama-sama dengan para mitra Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA) yang terdiri dari APP Sinar Mas, PT Indofood Sukses Makmur, Tbk, PT Chevron Pacific Indonesia, dan PT Djarum.
Kepala BKSDA Jakarta, Karyadi mengatakan Suaka Margasatwa Muara Angke adalah sebuah kawasan konservasi di pesisir utara Jakarta yang merupakan bagian dari kelompok Hutan Angke Kapuk.
Wilayah dengan luas 310 hektar ini menjadi salah satu ekosistem mangrove yang masih tersisa di Jakarta yang sekaligus menjadi habitat buaya air asin, kadal, monyet berekor panjang, ular, dan juga terdapat 15 spesies mangrove yang tumbuh di dalamnya.
Baca: Dibuka Terbatas 29 Tempat Wisata Kawasan Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Suaka Margasatwa
"Kawasan ini juga daerah penting bagi burung di Jawa dengan ditemukannya 91 spesies dan 17 di antaranya dilindungi,” ujar Karyadi dalam keterangannya, Selasa (14/7/2020).
Pembangunan sarana dan prasarana ini merupakan bagian dari penguatan fungsi SMMA sebagai pusat edukasi lingkungan dan restorasi ekosistem mangrove di Jakarta.
Rencana pembangunan akan dimulai dengan membangun gapura dan jembatan titian sepanjang sekitar 240 meter.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh BKSDA Jakarta dan YKAN pada tahun 2019, hutan mangrove di Teluk Jakarta berada di bawah tekanan tinggi dari konversi penggunaan lahan,
Hal ini dibuktikan dengan tingginya tingkat penggundulan sejak tahun 1980-an.
Solusi berbasis ekosistem dalam konteks perubahan iklim dapat memberikan manfaat 'triple-win', yaitu mengurangi risiko bencana yang efektif dari segi biaya, mendukung konservasi keanekaragaman hayati, dan meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan manusia.
Direktur Eksekutif Yayasan Konservasi Alam Nusantara, Herlina Hartanto mengatakan diperlukan kerja sama semua pihak secara harmonis.
“Tindakan kolektif amat diperlukan untuk menyelamatkan ekosistem mangrove di Jakarta. MERA menjadi jawaban untuk sebuah pengelolaan terpadu dan kolaboratif yang menyatukan seluruh pihak yang peduli akan kelestarian mangrove,” ujarnya.
Herlina berujar saat ini konservasi sumber daya ekosistem mangrove menawarkan solusi terhadap empat tantangan strategis.
Yaitu membangun pendekatan ilmiah untuk perlindungan dan restorasi hutan mangrove; melibatkan pemangku kepentingan kunci dalam menyusun kebijakan dan peraturan; melakukan pengelolaan yang terpadu dan efektif untuk restorasi, perlindungan serta keberlanjutan dari sisi pendanaan; dan program kemitraan dan penjangkauan.
"Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem-Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melalui BKSDA Jakarta, menjalin kerja sama dengan YKAN, berkomitmen untuk merestorasi ekosistem mangrove dan melaksanakan program pengelolaan terpadu melalui program MERA," ujarnya.
MERA merupakan aliansi yang mengedepankan strategi adaptasi berbasis ekosistem, termasuk konservasi dan restorasi mangrove.
MERA merupakan tindakan prioritas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pesisir dan melestarikan keanekaragaman hayati yang diluncurkan tahun 2018.
Kepedulian terhadap pelestarian ekosistem mangrove ini juga menjadi perhatian bagi pihak swasta yang tergabung dalam aliansi MERA.
“Mangrove sangat penting bagi kehidupan. Saya mengajak rekan-rekan swasta dan masyarakat untuk tidak hanya peduli, tetapi juga berkolaborasi untuk pengelolaan mangrove secara berkelanjutan di Indonesia,” ujar Senior Vice President Corporate Affairs PT. Chevron Pacific Indonesia, Wahyu Budiarto.
Acara yang dilakukan dengan mengikuti protokol COVID-19 ini ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno.