TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang putusan penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan bakal digelar Kamis (16/7/2020) ini.
Sidang akan digelar dengan cara teleconference dan bisa disaksikan secara daring (online). “Bisa disaksikan melalui kanal Youtube (Official PN Jakarta Utara),” kata Humas PN Jakarta Utara, Djuyamto, Rabu (15/7).
Nantinya, majelis hakim akan membacakan putusan dari ruang sidang PN Jakarta Utara.
Selain majelis hakim, jaksa penuntut umum dan tim penasihat hukum terdakwa juga dijadwalkan hadir di ruang sidang.
Terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis tidak dihadirkan ke ruang sidang. Mereka akan mendengarkan putusan dari rumah tahanan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Meski digelar dengan cara teleconference, pihak PN Jakarta Utara tetap menyiapkan pengamanan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Menurut Djuyamto, pihaknya sudah bekerjasama dengan aparat kepolisian melakukan pengamanan di sidang tersebut. "(Pengamanan dilakukan,-red) sesuai standar pperasional prosedur," tambahnya.
Sementara menanggapi masifnya opini publik terkait proses persidangan, Djuyamto yang juga bertugas sebagai hakim pekara penyiraman air keras enggan berkomentar.
Menurutnya, sebagai hakim dilarang untuk mengomentari perkara yang tengah diproses. “No comment,” cetus Djuyamto.
Di sisi lain Novel sendiri mengaku tak banyak berharap sebab prosesnya jauh dari fakta kejadian yang sebenarnya.
"Sulit bicara harapan saat arah persidangan yang begitu jauh dari fakta kejadian," kata Novel kepada wartawan, Rabu (15/7/020). "Belum lagi banyak kejanggalan dan saksi-saksi penting justru sengaja tidak diperiksa," sambungnya.
Novel mengatakan, pada dasarnya pengadilan dalam menjatuhkan vonis harus dibarengi dengan fakta dan objektivitas berbasis alat bukti. Namun menurut dia, alat bukti tersebut pun tak diungkap di pengadilan.
"Tidak boleh menghukum orang yang tidak berbuat, sekalipun yang bersangkutan menghendaki tapi tidak didukung bukti yang memadai. Jangan dipaksakan dengan mengondisikan fakta atau mengada-adakan bukti," ujarnya.
Novel mengatakan, sejatinya persidangan dilakukan untuk menemukan kebenaran materiil, bukan untuk menjustifikasi agar hanya membuktikan bahwa adanya pelaku penyerangan. Dia meragukan bahwa kedua terdakwa adalah betul pelaku penyerangan.