News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kementerian PPPA Sebut Anak Perempuan Berusia 17 Tahun Paling Rentan Terhadap Pernikahan

Penulis: Mafani Fidesya Hutauruk
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Deputi Menteri Tumbuh Kembang Anak Kemeterian Pemberdayaan Perempuan dan Perlinduangan Anak (KPPPA), Lenny N Rosalin (kanan).

Laporan wartawan Tribunnews.com, Mafani Fidesya Hutauruk

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan perkawinan anak harus dihilangkan.

"Terima kasih kepada semua pihak, bagaimana kita menjadi pelopor, semuanya bisa melakukan ini dalam pencegahan perkawinan anak karena tujuan akhir kita adalah Indonesia Layak Anak (Idola) 2030," kata Lenny N Rosalin saat mengisi Webinar Nasional Rumah KitaB, Rabu (22/07/2020).

Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB) menyelenggarakan Webinar Nasional dengan isu pencegahan perkawinan anak melalui program BERPIHAK.

Baca: Sembilan Kasus Kejahatan Seksual di Bangkalan, Korban dan Pelaku Masing-Masing 3 Orang Anak

Lenny mengatakan berdasarkan data tahun 2017 hingga 2018 ada 7 provinsi yang mengalami peningkatan angka perkawinan anak.

7 provinsi tersebut di antaranya Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, dan Bengkulu.

Ia mengatakan 1 dari 19 atau sekitar 11,21 persen perempuan yang berusia 20 hingga 24 tahun menikah sebelum umur 18 tahun.

Baca: Tokoh Agama, Adat, dan Pemerintah Daerah Jadi Kunci Dalam Mencegah Perkawinan Anak

Lenny menjelaskan 4,8 persen menikah sebelum 17 tahun, 1,8 persen menikah sebelum 16 tahun, dan 0,16 persen menikah sebelum 15 tahun.

"Kesimpulannya adalah bahwa anak perempuan yang berusia 17 tahun paling rentan terhadap pernikahan," ucapnya.

Sumber data yang disebutkan Lenny N Rosaline tersebut berasal dari presentasi BPS dalam peluncuran Stranas PPA pada Februari 2020.

Tokoh Agama, Adat, dan Pemerintah Daerah Jadi Kunci Dalam Mencegah Perkawinan Anak

Program Manager Rumah Kitab, Fadilla D Putri menjelaskan latar belakang munculnya program BERPIHAK.

"Mengapa kami melakukan program ini, bermula dari penelitian yang rumah KitaB selenggarakan, karena Rumah KitaB merupakan lembaga riset dan advokasi untuk keadilan. Maka kami memulai dengan penelitian di lima provinsi atau 9 wilayah di Indonesia dengan dukungan Ford Foundation," ucap Fadilla Putri pada Webinar Nasional BERPIHAK: Peran Para Pelopor Pencegahan Perkawinan Anak di Wilayah Terdepan, Rabu, (22/07/2020).

Baca: Menteri PPPA Sebut Masa Pandemi Jadi Waktu Bagi Anak Untuk Mengasah Kreativitas dan Berinovasi

Ia kemudian menjelaskan temuan dari penelitian yang dilakukan Rumah KitaB terkait Pencegahan Perkawinan Anak.

"Salah satu temuan kunci dari penelitian ini adalah bahwa tokoh-tokoh seperti tokoh adat, agama yang kami sebut sebagai tokoh formal dan non formal termasuk pemerintah daerah memiliki peranan kunci dalam pencegahan perkawinan anak," ucapnya.

Rumah KitaB menyelenggarakan program untuk melibatkan mereka mencegah perkawinan anak.

Menurut Fadilla pencegahan perkawinan anak menggunakan perspektif yang berpihak kepada anak perempuan dan remaja.

Pelibatan tokoh formal dan non formal penting dilakukan.

Baca: Menteri PPPA Ajak Semua Pihak Turunkan Angka Kekerasan Terhadap Anak di Tengah Pandemi Covid-19

Seperti yang sudah dilakukan di Kabupaten Cianjur Rumah KitaB bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengesahkan Pergub Pencegahan Perkawinan Anak.

Selanjutnya di Kabupaten Sumenep, pemerintah daerah telah memasukkan Pencegahan Perkawinan Anak sebagai prioritas dalam program pemerintah.

"Sepanjang program menggunakan perspektif keadilan gender dan partisipasi anak tidak hanya dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh rumah KitaB. Kami juga bekerja dengan remaja dan orangtua," ucapnya.

Hal tersebut dilakukan untuk berbagi apa saja yang dibutuhkan remaja agar tidak dikawinkan pada usia anak.

"Kami memastikan suara anak didengar dalam perencanaan pemerintah," ucapnya.

Di Cianjur Rumah KitaB menyertakan suara remaja dalam penyusunan Pergub Pencegahan Perkawinan Anak.

"Begitu pun di Lombok Utara salah satu mitra kami mengundang perwakilan Pemda untuk mendengarkan aspirasi remaja," ucapnya.

Menurutnya pemerintah Cianjur telah berhasil mengesahkan Pergub Pencegahan Perkawinan Anak pada Maret 2020 dan telah menggunakan usia yang sesuai dengan revisi UU perkawinan

"Kerja-kerja kami di daerah akan selalu kami bawa ke pemerintah pusat untuk mendukung inisiatif-inisiatif yang dilakukan oleh kementerian," katanya.

Ia menjelaskan Rumah KitaB sebagai lembaga riset untuk advokasi sudah memproduksi beberapa buku pengetahuan.

Dalam program BERPIHAK ini Rumah KitaB bekerja dengan tiga pendekatan, yaitu hukum, sosial keagamaan, dan budaya.

Kemudian untuk menuju perubahan di tingkat kebijakan, Rumah KitaB turut bekerja di 3 level yaitu bekerja di komunitas, daerah, dan nasional.

Kami bekerja bersama tiga kelompok Champions yaitu remaja, kader, tokoh formal, dan non formal.

Terakhir, Rumah KitaB telah bekerja di beberapa wilayah di antaranya Lombok Utara NTB, Sumenep Jawa Timur, dan Cianjur Jawa Barat.

Webinar ini dihadiri PLH Dirjen Bangda Kementerian Dalam Negeri Hari Nur Cahya Murni.

Selain itu Regional Director Ford Foundation Indonesia Alexander Irwan.

Hadir pula Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga.

Acara ini dimoderatori Direktur Rumah KitaB Lies Marcoes.

Sebagai narasumber hadir Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Cianjur Asep Suparman dan PO Cianjur Nurasiah Jamil.

Selain itu, Bupati Sumenep Nurul Sugiyati dan Anggota DPRD Kabupaten Lombok Utara Bagiarti turut menjadi narasumber dalam webinar ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini