"Itu tepatnya sekitar tahun 1993," ujarnya.
Jarot bekerja di Flores sebagai staf teknis sampai tahun 1995. Pada 1996, ia dipromosikan menjadi Kepala Seksi Pengendalian dan dipindah ke daerah Kupang NTT.
Tidak lama berkerja di Kupang, Jarot kembali dipindah ke Timor Timur, sekarang menjadi negara Timor Leste dengan jabatan yang sama.
Namun karena di Timor Timur ada referendum untuk memisahkan diri dari Indonesia, pada 1999 Jarot kembali dipindah. Kali ini ia ditempatkan di Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga tahun 2006 dengan jabatan sebagai Kepala Proyek.
Selamat bekerja di luar Pulau Jawa, sempat terbersit dalam benaknya untuk keluar dari perusahaan karena merasa peluangnya untuk kembali ke Jawa sangat tipis.
Sementara bila terus berada di luar Jawa, maka prospek kariernya sulit berkembang. Namun berkat nasihat salah seorang seniornya, Jarot mengurungkan niat tersebut.
Setelah 14 tahun berkarya di luar Pulau Jawa, akhirnya Jarot mendapat kesempatan bekerja di proyek rehabilitasi Sungai Bengawan Solo di Sukoharjo, Jawa Tengah mulai pertengahan tahun 2006. Kesempatan ini menjadi titik balik karier Jarot,
setelah ia sempat khawatir kariernya tidak berkembang selama bekerja di Indonesia bagian timur.
Setahun setelah mengerjakan proyek Bengawan Solo, karier Jarot mulai menanjak. Pada akhir tahun 2007 ia dipindah ke Jakarta dengan jabatan sebagai Kepala Bagian Pengendalian Divisi Sipil.
Menduduki posisi yang lebih tinggi dari jabatan sebelumnya tidak membuat Jarot lupa diri. Ia tetap bekerja maksimal dan tetap bekerja sesuai target.
Menurutnya, selama berkarya di Waskita, target yang ditetapkan tidak pernah meleset dari genggamannya. Itulah sebabnya dia dipercaya mendapatkan posisi yang lebih penting lagi. Djarot menduduki jabatan itu sampai tahun 2012.
Selanjutnya Jarot dipromosikan menjabat Kepala Divisi Precast dari tahun 2013 hingga 2014. Divisi inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya PT Waskita Beton Precast.
Jarot mengaku, banyak tantangan yang dihadapinya selama menjabat sebagai Kepala Divisi Precast. "Saya yang selama ini hanya mengikuti aturan dan target yang sudah ditetapkan perusahaan, kini harus melahirkan perusahaan baru dari nol," jelasnya.
Merintis perusahaan baru, ia bersama timnya memulai semuanya dari awal. Salah satu kendala terberat yang dihadapinya adalah merubah pola pikir rekan dan anggota timnya dari mindset konstruksi menjadi manufaktur dan harus mengikuti keinginan pasar.