TRIBUNNEWS.COM - Buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, tiba di Indonesia pada Kamis (30/7/2020).
Kepala Bareskrim Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo, memimpin langsung penjemputan buron 11 tahun itu dari Malaysia.
Djoko Tjandra telah diserahkan ke Kejaksaan Agung pada Jumat (31/7/2020).
Baca: Sosok Anita Kolopaking Pengacara Djoko Tjandra yang Kini Tersangka, Doktor & Pernah Jadi Manajer
Baca: Penangkapan Djoko Tjandra Dinilai Bukan Prestasi, Pengamat: Itu Sudah Kewajiban Kabareskrim
Jaksa Penuntut Umum secara resmi telah melakukan eksekusi terhadap Djoko Tjandra pada Jumat malam.
Sehingga, statusnya menjadi narapidana atau warga binaan lembaga pemasyarakatan.
Djoko Tjandra ditempatkan sementara di Rutan cabang Salemba, Bareskrim Mabes Polri.
Komjen Listyo Sigit Prabowo mengatakan, penempatan tersebut untuk memudahkan pemeriksaan.
"Hari ini secara resmi, kami telah menyerahkan kepada kejaksaan selaku eksekutor," ujarnya dikutip dari siaran langsung YouTube Kompas TV, Jumat.
"Ada kepentingan kami dalam pemeriksaan terkait keluar masuknya saudara Tjandra, dan juga kepentingan pemeriksaan yang lain."
"Maka saat ini yang bersangkutan dititipkan di Rutan cabang Salemba, untuk penyelidikan dan pemeriksaan lebih lanjut," jelasnya.
Baca: Sosok Anita Kolopaking Pengacara Djoko Tjandra yang Kini Tersangka, Doktor & Pernah Jadi Manajer
Baca: Penangkapan Djoko Tjandra Dinilai Bukan Prestasi, Pengamat: Itu Sudah Kewajiban Kabareskrim
Sebelumnya, perjalanan kasus Djoko Tjandra melalui lika-liku yang panjang.
Dikutip dari Kompas.com, skandal cessie Bank Bali bermula saat bank tersebut kesulitan menagih piutangnya yang tertanam di BDNI, Bank Umum Nasional (BUN), dan Bank Tiara pada 1997.
Saat itu, krisis moneter melanda sejumlah negara termasuk Indonesia.
Total piutang di ketiga bank tersebut mencapai Rp 3 triliun.
Akan tetapi, hingga ketiga bank itu masuk perawatan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), tagihan tersebut tak kunjung cair.
Dikutip dari liputan khusus Kontan, di tengah keputusasaannya, Direktur Utama Bank Bali, Rudy Ramli akhirnya menjalin kerja sama dengan PT Era Giat Prima (EGP).
Baca: Politikus Gerindra: Jadi 11 Tahun ke Mana Saja, Baru Sekarang Djoko Tjandra Bisa Ditangkap
Baca: Soroti Penangkapan Djoko Tjandra, Media Asing Ibaratkan sang Buronan Sebagai Joker
Saat itu, Djoko Tjandra menjabat sebagai direktur.
Sementara, Setya Novanto yang kala itu sebagai Bendahara Umum Partai Golkar menjabat sebagai Direktur Utamanya.
Perjanjian kerja sama pun diteken pada 11 Januari 1999 oleh Rudy Ramly, Direktur Bank Bali Firman Sucahya dan Setya Novanto.
Disebutkan bahwa EGP akan menerima fee sebesar setengah dari piutang yang dapat ditagih.
Bank Indonesia dan BPPN akhirnya setuju untuk menggelontorkan uang sebesar Rp 905 miliar.
Namun, Bank Bali hanya kebagian Rp 359 miliar, sedangkan Rp 546 miliar sisanya masuk ke rekening PT EGP.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Metta, Kompas.com/Dani Prabowo)