TRIBUNNEWS.COM – Inilah skema subsidi karyawan swasta mendapatkan bantuan Rp 600 ribu dengan gaji di bawah Rp 5 juta.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pekerja atau buruh untuk mendapatkan bantuan insentif upah dari pemerintah sebesar Rp 600.000 per bulan.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan syarat tersebut, di antaranya Warga Negara Indonesia (WNI) yang dibuktikan dengan NIK.
Kemudian, terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan yang masih aktif.
Dibuktikan dengan nomor kartu kepesertaan dan peserta yang membayar iuran.
Besaran iuran dihitung berdasarkan upah di bawah Rp 5 juta sesuai upah yang dilaporkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.
“Persyaratan lainnya, ialah pekerja atau buruh penerima upah, pekerja atau buruh yang bekerja pada pemberi kerja selain pada induk perusahaan BUMN, lembaga negara, instansi pemerintah, kecuali nonASN, memiliki rekening bank yang aktif, tidak termasuk dalam peserta penerima manfaat program Kartu Prakerja, dan peserta yang membayar iuran sampai dengan bulan Juni 2020,” katanya melalui keterangan tertulis, Senin (10/8/2020).
Ida menambahkan, bank penyalur merupakan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang langsung menyalurkan dana subsidi upah kepada rekening penerima bantuan pemerintah.
Baca: 15,7 Juta Pekerja Bakal Dapat Subsidi Gaji Rp 600 Ribu, Ini Syarat yang Harus Dipenuhi
Mekanismenya, penyaluran bantuan subsidi upah ini diberikan kepada pekerja atau buruh sebesar Rp 600.000 per bulan.
Di mana penyaluran berlangsung selama empat bulan (Rp 2,4 juta) yang akan diberikan setiap dua bulan sekali.
Artinya, satu kali pencairan, pekerja akan menerima uang subsidi sebesar Rp 1,2 juta.
Data calon penerima bantuan ini bersumber dari data kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang telah dilakukan verifikasi dan validasi oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Sementara Menteri BUMN, Erick Thohir menyebutkan tujuan pemerintah menggelontorkan bantuan adalah untuk mendorong konsumsi masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Hal ini penting untuk menggerakkan perekonomian dan mendorong pemulihan ekonomi, sebagaimana dilansir Kompas.com.
Cara mendapatkan bantuan dana:
Dilansir Kompas.com, setiap karyawan yang terdampak covid-19 akan akan mendapat bantuan Rp 600.000 per bulan selama 4 bulan, mulai bulan September 2020.
Nah, selanjutnya, bantuan akan langsung diberikan per dua bulan ke rekening masing-masing pekerja, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan.
Bank penyalur merupakan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang langsung menyalurkan dana subsidi upah kepada rekening penerima bantuan pemerintah.
Namun, karyawan swasta yang menerima bantuan ini harus terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan berpenghasilan dibawah Rp 5 juta.
Baca: SYARAT Pekerja Bergaji di Bawah Rp 5 Juta untuk Bisa Dapatkan Bantuan Tunai Rp 600 Ribu Per Bulan
Syarat mendapatkan bantuan dana:
- Karyawan swasta terdaftar di BPJS
Bantuan dana ini diperuntukkan bagi karyawan swasta yang menerima bantuan ini harus terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan.
- Bukan pekerja PNS dan BUMN
Fokus bantuan pemerintah ini adalah 13,8 juta pekerja non PNS dan BUMN.
Mereka, aktif terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran di bawah Rp150.000 per bulan atau setara dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan.
- Penerima bantuan karyawan terdampak Covid-19
Penerima bantuan dana Rp 600 ribu bagi pekerja swasta yang bergaji dibawah Rp 5 juta.
Mereka terdampak covid-19, namun masih bekerja.
- Penerima bantuan berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan
Bantuan dana ini diperuntukkan bagi karyawan swasta yang terdampak Covid-19 berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan.
Pro kontra bantuan Pemerintah Rp 600.000 untuk karyawan swasta:
- Dinilai Diskriminatif
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mendukung pemerintah memberi bantuan kepada karyawan dengan gaji minim.
Namun, ia meminta pemberian bantuan dari pemerintah tidak hanya diberikan kepada karyawan yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
"Pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta dan tidak terdaftar di BPJS Naker pun harus mendapat subsidi upah juga. Pakai saja data TNP2K Sekretariat Wapres atau data BPJS Kesehatan," kata Said Iqbal, dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.
Said Iqbal mengatakan, semua buruh adalah rakyat Indonesia yang membayar pajak dan mempunyai hak yang sama sebagaimana diatur dalam konstitusi.
Prinsipnya seluruh karyawan bergaji di bawah Rp 5 juta harus mendapatkan bantuan dari pemerintah tanpa melihat kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
"Jadi negara tidak boleh melakukan diskriminasi," kata Said Iqbal.
Menurut Said, karyawan yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan bukanlah salah karyawan tersebut.
"Yang salah adalah pengusaha yang nakal, bukan buruhnya. Karena menurut Undang-Undang BPJS, yang wajib mendaftarkan buruh sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah pengusaha," ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, Tauhid Ahmad.
Taufiq menilai tidak adil jika pemerintah hanya memberi bantuan pada 13,8 juta pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Padahal secara keseluruhan, jumlah buruh dan pegawai di Indonesia mencapai 52,2 juta orang.
"Ada ketidakadilan kalau itu diterapkan dan kenapa hanya peserta BPJS yang dijadikan dasar, semua merasa berhak kalau konteksnya pekerja," ujarnya.
- Dinilai Tak Efektif dan Tak Tepat Sasaran
Taufiq juga menilai, pemberian insentif kepada karyawan swasta tersebut berisiko kian meningkatkan kesenjangan masyarakat.
Dia menilai Pemerintah tidak memperhitungkan besaran pengeluaran antar masyarakat dengan gaji di bawah Rp 5 juta tersebut.
"Untuk penghasilan upah buruh saja Rp 2,9 juta per bulan. Jadi yang Rp 5 juta itu bukan buruh, dan dia juga dapat (bantuan). Ini timbulkan kesenjangan antara Rp 2,9 juta sampai yang Rp 5 juta," ujar dia.
Taufiq menambahkan, masyarakat dengan gaji mendekati Rp 5 juta tidak masuk dalam kategori penduduk miskin.
Penduduk yang masuk dalam kategori miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran di bawah Rp 2,3 juta per bulan.
BLT kepada karyawan tersebut tidak akan tepat sasaran dan tidak akan efektif dalam mendongkrak kinerja perekonomian.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Kompas.com/Ade Miranti Karunia/Ihsanuddin)