TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bekasi, Dewa Putu Yusmai Hardika.
Dewa bakalan bersaksi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2011-2016.
"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka NHD (Nurhadi, eks Sekretaris MA)," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (14/8/2020).
Mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono diduga kuat telah menerima sejumlah uang berupa cek dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Rincian suap yang diberikan berupa sembilan lembar cek dengan total Rp46 miliar.
Baca: Kebun Kelapa Sawit Milik Nurhadi di Sumatera Utara Disegel KPK, Warga Dilarang Masuk Areal Lahan
Suap ditujukan agar Nurhadi menangani dua perkara yang melibatkan perusahaan Hiendra di MA.
Adapun perkara yang ditangani pertama berasal dari kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN dan perkara perdata saham di PT MIT.
Dalam penanganan perkara itu, Hiendra diduga meminta memuluskan penanganan perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN.
Kedua, pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.
Selain itu, Nurhadi juga diminta Hiendra untuk menangani perkara sengketa saham PT MIT yang diajukan dengan Azhar Umar.
Hiendra diduga telah memberikan uang sebesar Rp33,1 miliar kepada Nurhadi melalui Rezky. Penyerahan uang itu dilakukan secara bertahap dengan total 45 kali transaksi.
Beberapa transaksi juga dikirimkan Hiendra ke rekening staf Rezky. KPK menduga, penyerahan uang itu sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan penggelembungan pengiriman uang.
Sebab, nilai transaksi terbilang besar.
Sedangkan penerimaan gratifikasi, Nurhadi diduga telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp12,9 miliar melalui Rezky.