TRIBUNNEWS.COM - Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mengungkap alasan mengapa ia sekarang mengkritik terbuka pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) setelah sebelumnya diam.
Alasan itu diungkap oleh Gatot saat menjadi narasumber di program Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (18/8/2020) malam.
Menurut Gatot, apa yang ia lakukan saat ini dengan mendeklarasikan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang memberikan kritik ke pemerintah adalah hasil perenungannya setelah ia pensiun.
Dalam perenungan itu, ia mengaku terkejut saat muncul Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
"Saya terkejut begitu ada RUU HIP. Terkejutnya begini, bahwa saya, 38 tahun yang lalu saya pernah bersumpah. Isi sumpahnya, 'Demi Allah saya bersumpah akan selalu setiap kepada Negara Kesatuan RI yang mendasarkan Pancsaila dan UUD 1945," katanya sebagaimana dikutip dari tayangan Youtube ILC.
Sumpah itu, menurut Gatot akan terus mengikat dirinya meski kini ia sudah pensiun dari TNI.
Dengan adanya RUU HIP, Gatot menganggap negara Indonesia yang berdasar Pancasila itu akan diubah.
"Di dalam UUD 1945 dan pembukaanya itulah mengatakan dasar negara itu Pancasila. Jadi kalau itu diubah maka Indonesia berubah. Sebagai purnawirawan saya harus bangkit," ujar dia.
Baca: FAKTA Deklarasi KAMI: Dihadiri Amien Rais hingga Gatot Nurmantyo, Bantah Berpolitik Praktis
Berangkat dari hal itu, Gatot kemudian menjalin komunikasi dengan pihak-pihak lain sehingga mendeklarasikan KAMI pada Selasa kemarin.
"Ini semuanya memang kita sakit hati. Sakit hatinya, dalam kondisi seperti ini, situasi seperti ini. Maka kita menyampaikan suara hati nurani rakyat," ujar dia.
KAMI Bantah akan Terjun ke Politik Praktis
Usai melakukan deklarasi, Ketua Komite Eksekutif KAMI, Ahmad Yani membantah akan terjun dalam politik praktis dengan membentuk Partai Politik atau Organisasi Masyarakat.
"Ini kesepakatan dari para deklarator yang sekarang ini yang sudah menyetujui dan ikut menandatangani ada 150 tapi kemarin sore setelah kami cetak ada ratusan lagi yang minta bergabung. Bersepakat tidak membentuk ormas dan parpol," kata Yani.
Ia juga menegaskan koalisi tersebut dibentuk bukan sebagai persiapan dalam ajang Pemilihan Presiden 2024 mendatang.
"Kita tidak dalam konteks politik praktis. Politik praktis itu politik untuk merebut kekuasaan. KAMI ingin menyampaikan bahwa kondisi ini tidak bisa berlama-lama."
"Kalau sampai 2024 tidak ada usaha untuk menyelamatkan baik dari KAMI maupun dari Pemerintah, pemangku amanah, atau kelompok masyarakat seperti KAMI ini, kita sangat khawatir sekali bahwa perahu Indonesia akan tenggelam sebelum 2024."
"Oleh karena itu, itulah keterpanggilan kami. Jadi kita tidak dalam kerangka politik. 2024 itu adalah kerangka dan kegiatan politik. Kita menjauhi kerangka dan kegiatan politik itu," kata Yani.
Baca: Cerita Ahok Soal Kekecewaan Jokowi Terkait Pembangunan Kilang: Presiden Udah Teriak-teriak
Yani juga membantah koalisi tersebut mengambil sikap oposisi terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Meski begitu ia menyatakan koalisi tersebut merupakan bentuk aspirasi politik moral.
Karenanya ke depan KAMI akan mendatangi sejumlah institusi negara untuk menyampaikan aspirasinya sesuai dengan koridor yang disediakan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Kita mungkin dalam waktu dekat akan mendatangi MPR, DPR, DPD, MK ,dan jalur-jalur konstitusi lain yang disediakan Undang-Undang Dasar akan kami tempuh," kata Yani.
Selain itu Yani juga membantah koalisi tersebut merupakan "barisan sakit hati".
"Ini bagian dari buzzer. KAMI dianggap kelompok barisan sakit hati, ingin kudeta, sakit jiwa. Kami betul sakit hati, sakit hati KAMI melihat rakyat tidak diurus sebagaimana mestinya. Kami sakit hati bagaimana rakyat tidak dapat bekerja tapi TKA masuk begitu mudah," kata Yani.
(Tribunnews.com/Daryono)