Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengapresiasi kesepakatan Dewan DPR RI dengan sejumlah organisasi buruh seperti KSPI, KSPSI dan lainnya terkait koreksi dan perbaikan klaster ketenagakerjaan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja (RUU Ciptaker).
Pria yang akrab disapa HNW itu meminta DPR juga memperhatikan koreksi dan keberatan sejumlah elemen bangsa lainnya terkait RUU Cipta Kerja.
"Beberapa kesepakatan yang mengakomodasi koreksi dan kepentingan buruh, KSPSI dan KSPI itu perlu diapresiasi dan DPR juga harus konsekuen melaksanakan kesepakatan itu, dengan memasukkannya ke dalam aturan perundangan," kata HNW kepada wartawan, Selasa (25/8/2020).
Baca: RUU Cipta Kerja Melindungi Pekerja dari Radikalisme Ekonomi
"Selain itu, demi kemaslahatan semuanya, DPR juga perlu mendengarkan dan mengakomodasi banyak kritik dan penolakan dari elemen-elemen bangsa lainnya, seperti yang disampaikan oleh Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Majelis Ulama Indonesia dan lain sebagainya," lanjutnya.
HNW mengatakan banyak persoalan ketentuan yang tidak hanya ada dalam klaster ketenagakerajaan, melainkan ada banyak substansi yang bermasalah dan menimbulkan penolakan dari berbagai elemen bangsa.
Misalnya masalah Pers, Jaminan Produk Halal, Lingkungan Hidup, Pendidikan, Hubungan Pusat dengan Daerah dan lain-lain.
Baca: Meski Dikritik, RUU Cipta Kerja Dianggap Tetap Perlu Disahkan
HNW menyebutkan dari sudut konstitusi dan hierarki perundangan yang bermasalah secara mendasar dan belum ada perbaikan hingga saat ini adalah Pasal 170 RUU Ciptaker yang memberi kewenangan berlebih kepada pemerintah.
Melegalkan ketentuan yang tak sesuai dengan UUD 1945, sekaligus men-downgrade dan merampas kewenangan konstitusional DPR dalam proses legislasi.
Baca: Akademisi Jelaskan Manfaat RUU Cipta Kerja
Dia meminta agar DPR cermat dan tidak tergesa-gesa dalam membahas RUU inisiatif Pemerintah ini, tapi DPR juga harusnya menyelamatkan hak konstitusional DPR dalam kuasa membuat UU, dengan mengkritisi munculnya Pasal 170 RUU Ciptaker itu.
"Itu pasal yang sangat bermasalah, dan bertentangan dengan UUD, menumpuk kekuasaan makin dominan di eksekutif, dan potensial membajak hak konstitusional DPR dalam kuasanya membuat Undang-Undang. Karenanya wajarnya DPR menolak, mengkoreksi dan mengusut tuntas,” ujarnya.