Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) berkolaborasi memberantas kejahatan pencucian uang.
Kerjasama tersebut untuk mencegah dan memberantas kejahatan yang biasa memanfaatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Baca: Polri Gandeng PPATK Sebelum Naikkan Perkara Penghapusan Red Notice Djoko Tjandra
Baca: KPK Periksa CEO Mitra Kukar Endri Erawan terkait TPPU Rita Widyasari
Hal ini didasari dengan pertimbangan bahwa PPAT berpotensi dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana.
Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyebutkan, profesi PPAT rentan menjadi gatekeeper pecucian uang.
Karenanya, profesi ini akan dijadikan sebagai pihak pelapor bila ada peristiwa yang mengarah pada money laundering.
Dengan perannya sebagai LPP, Kementerian ATR/BPN berwenang untuk menetapkan ketentuan prinsip mengenali pengguna jasa (PMPJ) dan melakukan pengawasan kepatuhan atas pelaksanaan PMPJ, sekaligus menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) ke PPATK.
“Jual-beli tanah dan properti merupakan salah satu sektor yang berisiko digunakan untuk pencucian uang,” kata Kepala PPATK, Selasa (25/8/2020).
Kerja sama yang baik antara PPATK dengan KemenATR/BPN akan sangat membantu melancarkan informasi mengenai kepemilikan tanah, serta peningkatan kepatuhan pelaporan dari PPAT, baik Notaris atau Camat.
Indonesia kini sedang dalam upaya untuk menjadi anggota Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), organisasi internasional untuk pencegahan dan pemberantasan TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT) di seluruh dunia. Tahapan selanjutnya adalah rencana kehadiran Tim Asesor FATF pada November 2020.
Sementara Kementerian ATR/BPN akan melakukan langkah-langkah tegas apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan dengan baik, antara lain dengan mengenakan sanksi termasuk mencabut izin profesi PPAT.
Salah satu masalah yang akan ditangani oleh Kementerian ATR/BPN adalah membatasi pemberian izin PPAT yang baru dan akan melihat kebutuhan efektif dari PPAT di seluruh Indonesia.
“Kerja sama antara Kementerian ATR/BPN dan PPATK diyakini akan membuat niat baik menjaga PPAT dari ancaman pencucian uang dapat terealisasi dengan baik, sekaligus mendorong upaya menjadikan Indonesia sebagai full member FATF,” kata Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil.