"Perlu kami sampaikan, rangkaian peristiwa ini sebenarnya cukup panjang, sehingga menjadi pertanyaan juga bagi tim, kenapa yang menjadi terperiksa adalah saudara APZ yang hanya berada dalam posisi menjalankan tugas di tahap awal (Pulbaket). Semoga hal ini terjawab di proses persidangan nanti, " ujar Febri.
Terlebih, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyampaikan kepada Dewas KPK tak pernah melaporkan Aprizal.
"Memang Pelapor tadi bilang bahwa yang dilaporkan sebenarnya pihak lain, bukan APZ," jelas Febri.
Saat dikonfirmasi soal pemeriksaannya, Boyamin mengaku bingung lantaran dirinya tidak pernah melaporkan Aprizal kepada Dewas KPK.
"Dari sidang Dewan Pengawas tadi kan aku diklarifikasi terkait laporanku. Ya aku menjelaskan laporanku itu kan dugaan pelanggaran kode etik tidak profesional atau melakukan kesalahan dalam penanganan perkara atas operasi tangkap tangan di UNJ. Dan yang aku adukan itu Deputi Penindakan Karyoto. ketika yang diperiksa ini APZ saya sudah menyatakan tidak ada korelasinya, " ujar Boyamin.
Boyamin mengungkapkan selama pemeriksaan, dirinya justru menyampaikan alasan mengapa melaporkan Deputi Penindakan Karyoto yang diduga menyebarkan rilis operasi tangkap tangan Rektor di UNJ.
Padahal, sesuai dengan arahan Dewas KPK hanya pimpinan dan juru bicara yang bisa menyampaikan pernyataan keterangan tertulis secara langsung kepada wartawan. Sehingga, tindakan yang dilakukan Karyoto dinilai telah melanggar kode etik.
Dikonfirmasi ihwal pemeriksaan terhadap Aprizal, Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris tak mau berkomentar banyak karena sidang etik dilaksanakan secara tertutup.
"Sidang bersifat tertutup. Jadi tidak ada yang bisa dishare," terang Haris.
Haris pun belum bisa memastikan kapan hasil sidang etik bisa diketahui oleh publik.
"Belum tahu karena sidang-sidang belum selesai," katanya.