TRIBUNNEWS.COM - Adanya deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mengundang banyak tanggapan dari masyarakat hingga para tokoh politik.
Seperti diketahui sebelumnya, sekelompok masyarakat mendeklarasikan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di kawasan Tugu Proklamasi, Jakarta, Selasa (18/8/2020).
Dalam deklarasi tersebut, hadir banyak tokoh serta masyarakat pendukung.
Sebut saja Din Syamsuddin, Gatot Nurmantyo, Amien Rais, Titiek Soeharto, Rocky Gerung, hingga Refly Harun.
Baca: Deklarator KAMI Jawab Sindiran Megawati Emang Kepingin Jadi Presiden Nggak Boleh?
Ada juga Bachtiar Chamsyah, Rochmat Wahab, Hafid Abbas, Chusnul Mariyah, Meutia Hatta, serta Korneles Galanjinjinay.
Deklarasi tersebut pun mengundang banyak tanggapan, banyak yang memberikan dukungan, namun juga banyak yang tak sepaham.
Berikut fakta-fakta dilansir Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Rasa Heran Din Syamsudin
Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsuddin mengaku heran lantaran adanya deklarasi tersebut malah berujung pada penyerangan pribadi.
Seperti diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Din Syamsuddin menilai, pihak-pihak yang menyerang KAMI harusnya bertanya kepada diri sendiri tentang adanya oligarki politik yang terjadi di Indonesia.
"Mengapa mereka tidak mau menanggapi isi tapi berkelit menyerang pribadi, dan mengalihkan opini," katanya.
Faktanya, ini membuat DPR dikendalikan oleh oligarki itu.
Baca: Deklarator Pastikan KAMI Bukan Gerakan Inskonstitusional
Menurut Din, KAMI dilahirkan untuk memunculkan pikiran kritis terhadap kehidupan berbangsa yang menyimpang dari Pancasila.
"KAMI mengajukan pikiran-pikiran kritis dan korektif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara yang menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945," kata Din Syamsuddin dalam keterangan yang diterima, Jumat (28/8/2020).
Bahkan dirinya pun siap berdebat terkait eksistensi KAMI di Indonesia.
2. Sindiran Megawati
Megawati Soekarnoputri memberikan sindiran-sindiran terkait deklarasi KAMI.
Pihaknya menghubungkan para tokoh yang hadir dalam deklarasi KAMI dengan banyak orang yang berkeinginan menjadi presiden.
Baca: Din Syamsuddin : KAMI Menunjukkan Pemikiran Kritis dan Kolektif, Kenapa Malah Diserang Pribadi
"Kemarin ini ada pemberitaan orang membentuk KAMI. Wah di situ kayak banyak banget yang kepengin jadi presiden," kata Megawati, dilansir dari Kompas.com.
Dirinya pun memberikan saran kepada deklarator KAMI untuk mencari partai politik, sebelum mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia (RI).
"Karena peraturan di Republik ini, tata kenegaraan, tata pemerintahan termasuk pilkada dan pemilu maka seseorang harus mencari partai, dukungan, usungan. Saudara-saudara sudah menyatakan kader PDI Perjuangan sudah lebih enak," ujarnya.
3. ITB Desak Din Syamsudin Keluar dari Majelis Wali Amanat
Alumni Institut Teknologi Bandung yang tergabung dalam Gerakan Anti Radikalisme (GAR) mendesak pencopotan Din Syamsuddin dari keanggotaan Majelis Wali Amanat ITB.
Hal ini tak lepas dari keterlibatannya dalam deklarasi KAMI.
Baca: Klaim Gerakan Moral, Publik akan Catat KAMI Inkonsisten Bila Berubah Jadi Parpol
"Hak ini terkait dengan beberapa perilaku yang bersangkutan sebagai deklarator KAMI yang kami anggap sebuah gerakan yang bisa mengakibatkan yang bersangkutan dikenai pasal-pasal makar," kata Doni salah satu anggota anti radikalisme alumni ITB.
Pihaknya juga menduga adanya deklarasi KAMI tersebut akan membawa politik praktis ke kampus ITB.
4. Cuitan Fadli Zon
Politikus Partai Gerindra Fadli Zon pun memberikan tanggapannya terkait pro kontra yang terjadi setelah KAMI dideklarasikan.
Melalui twitter pribadinya, Fadli Zon mengatakan jika gerakan semacam KAMI tidak muncul, maka demokrasi Indonesia sebenarnya sedang berada dalam ancaman.
"Sehingga, munculnya KAMI, yg diusung oleh sejumlah tokoh dari berbagai latar belakang, adlh bentuk kanalisasi kegelisahan publik."
"Kemunculan KAMI adalah hal biasa dalam demokrasi. Bahkan, bagi saya, kehadiran mereka merupakan vitamin bagi demokrasi."
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Fransiskus Adhiyuda Prasetia) (Kompas.com/Dani Prabowo)