TRIBUNNEWS.COM - Gugatan PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) dan PT Visi Citra Mulia (iNews TV) terhadap Pasal 1 angka 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mendapat perlawanan.
Hal ini setelah pengacara asal Surabaya, Muhammad Sholeh, mendaftarkan diri ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pihak tekait, Senin (7/9/2020) atas nama pribadi.
Pihak terkait diketahui merupakan pihak baik orang maupun badan hukum yang berkepentingan terhadap gugatan yang diajukan.
"Pihak terkait bisa dikatakan sebagai pihak yang nantinya akan dirugikan jika gugatan itu dikabulkan," ungkap Sholeh kepada Tribunnews.com, Senin (7/9/2020).
Baca: Soal Gugatan RCTI, TB Hasanuddin: OTT Harus Diatur Undang-Undang Lain
Nantinya, pihak terkait akan menjadi lawan dari penggugat, yakni RCTI dan iNews TV.
Sholeh pun menyampaikan alasannya melawan gugatan RCTI dan iNews TV.
"Jika gugatan RCTI dan iNews TV dikabulkan, maka semua pemilik channel YouTube, Facebook dan Instagram, harus mendaftarkan diri ke KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), tentu ini menjadikan posisi media sosial tidak bebas lagi," ungkap Sholeh.
Padahal, menurut Sholeh, era digital saat ini sudah tidak bisa dibatasi lagi.
Kemudian, Sholeh menyebut media sosial internet tidak dapat disamakan dengan TV.
"Sebab satu media internet bisa memberikan kanal ke jutaan akun, dan jutaan akun bisa membuat acaranya sendiri-sendiri."
"Sementara satu televisi tidak bisa, televisi hanya bisa memberikan waktu 24 jam yang bisa dijual kepada publik untuk digunakan sebagai program," ungkapnya.
Baca: Bintang Emon Diduga Sentil RCTI soal Live Streaming: Saya Ngobrol Pangsit, Nggak Ngegulingin Negara
Dikatakan Sholeh, hal ini menunjukkan dunia digital tidak bisa disamakan dengan dunia televisi.
Sholeh juga mengungkapkan RCTI dan iNews TV menganggap media sosial internet tidak ada aturan, tidak ada kontrol dan berbeda dengan TV.
Padahal, penyedia konten seperti YouTube, Facebook, dan Instagram juga memberlakukan aturan dalam setiap kontennya.