TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan agar masyarakat berhati-hati terkait penyebaran kasus Covid-19 pada klaster tertentu.
Seperti pada klaster kantor, keluarga maupun saat pemilihan kepala daerah (pilkada).
Hal itu ia sampaikan saat memberikan pengantar pada Sidang Kabinet Paripurna tentang Penanganan Kesehatan dan Pemulihan Ekonomi untuk Penguatan Reformasi Tahun 2021, di Istana Negara, DKI Jakarta, Senin (7/9/2020).
"Hati-hati yang namanya klaster kantor, yang kedua klaster keluarga hati-hati."
"Yang terakhir juga klaster pilkada hati-hati ini, agar ini selalu diingatkan," tutur Presiden, dikutip dari laman resmi Setkab.
Di sisi lain, epidemiolog memberikan saran terkait antisipasi penyebaran Covid-19 di klaster pilkada.
Baca: Meski Pandemi, KPU Sebut Antusiasme Masyarakat dengan Pilkada Masih Tinggi
Lebih lanjut, Presiden menyampaikan klaster-klaster tersebut kerap dilupakan oleh masyarakat.
Namun yang selalu dikejar-kejar untuk mematuhi aturan adalah tempat-tempat umum dan publik.
"Klaster keluarga, karena kita sampai di rumah sudah merasa aman, nah justru di situlah yang kita harus hati-hati."
"Dalam perjalanan masuk kantor kita juga sudah merasa aman sehingga kita juga lupa di dalam kantor protokol kesehatan," imbuh Presiden.
Baca: Jokowi : Penanganan Krisis Kesehatan yang Baik akan Mempengaruhi Pemulihan Ekonomi Nasional
Khusus terkait klaster pilkada, Presiden minta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) benar-benar memberikan ketegasan.
"Polri juga berikan ketegasan mengenai ini, aturan main di pilkada, karena jelas di PKPU-nya sudah jelas sekali."
"Jadi ketegasan saya kira Mendagri nanti dengan Bawaslu agar ini betul-betul diberikan peringatan keras," tegas Presiden.
Saran Ahli Epidemiologi untuk Klaster Pilkada
Ahli Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono memberikan saran terkait antisipasi penyebaran Covid-19 di klaster pilkada.
Ia menilai perlu ada sanksi bagi bakal calon kepala daerah yang melanggar aturan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Menurut dia, bakal calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan sebanyak tiga kali baiknya digugurkan dari pencalonan.
"Jadi sanksi itu harus tegas. Kalau dua, tiga kali menyalahi aturan (protokol kesehatan) harusnya gugur pencalonan itu," kata Miko kepada Kompas.com, Senin (7/9/2020).
Baca: Kemendagri Pertimbangkan Tunda Pelantikan Bagi Paslon di Pilkada yang Berulangkali Melanggar
Pasalnya apabila tidak ada sanksi tegas para bakal calon kepala daerah akan mengulangi pelanggaran yang sama.
Presiden pun telah mewanti-wanti agar klaster pada pilkada sebisa mungkin jangan sampai terjadi.
Oleh sebab itu, lanjut Miko, bila terus terjadi pelanggaran protokol kesehatan yang memicu kerumunan, ia juga khawatir akan menimbulkan klaster baru Covid-19.
"Kalau enggak gugur, ya sudah akan diulang-ulang oleh calonnya (kepala daerah)," ujar dia.
Bawaslu Catat Banyak Bacalon Kepala Daerah Langgar Aturan
Sebelumnya diberitakan, masa pendaftaran Pilkada 2020 dimulai pada Jumat (4/9/2020) dan ditutup Minggu (6/9/2020) pukul 24.00 WIB.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat, selama dua hari pendaftaran peserta Pilkada 2020, terjadi 243 dugaan pelanggaran yang dilakukan bakal calon kepala daerah.
Dugaan pelanggaran ini berkaitan dengan aturan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang berlaku selama masa pendaftaran.
"Hari pertama 141 (dugaan pelanggaran), hari kedua 102," kata Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar saat dihubungi Kompas.com, Minggu (6/9/2020) malam.
Fritz mengatakan, pihaknya masih menghimpun dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi di hari ketiga pendaftaran.
Baca: Banyak Anggota di Daerah Positif Covid-19, Bawaslu RI Khawatir Pilkada Digelar Desember 2020
Baca: Komisi II DPR Minta Bawaslu Tindak Tegas Pelanggar Protokol Kesehatan
Ia menyebutkan, para bakal pasangan calon diduga melanggar aturan karena umumnya membawa massa saat mendaftar ke KPU.
Ada pula bapaslon yang ketika mendaftar tak membawa surat hasil tes PCR atau swab test sebagai syarat verifikasi berkas pencalonan.
"Termasuk 20 orang yang tidak membawa hasil swab saat pendaftaran," kata dia.
Ia menyebutkan, kerumunan massa saat pendaftaran Pilkada 2020 menjadi tanggung jawab kepolisian untuk menindak.
Menurut Fritz, arak-arakan atau kerumunan massa saat pendaftaran termasuk sebagai pelanggaran keamanan.
"Itu pelanggaran keamanan. Polisi yang bertanggung jawab," pungkas Fritz.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Sania Mashabi)