TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) menyatakan sikap mendukung pemerintah terus melaksanakan Pilkada serentak yang terlaksana pada 9 Desember 2020.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto, partai pastinya memperhatikan faktor-faktor risiko ke depan dan terpenting yaitu terus menjalankan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 disetiap tahapan Pilkada 2020.
"Maka untuk itu, mengingat Pilkada serentak sudah beberapa kali ditunda dan kami sudah berkomitmen tanggal 9 Desember, sikap dari PDI Perjuangan adalah Pilkada tetap tanggal 9 Desember," papar Hasto saat membuka Sekolah Partai Calon Kepala Daerah PDIP gelombang III secara virtual, Jakarta, Minggu (13/9/2020).
Baca: Komnas HAM Minta Pilkada Serentak 2020 Ditunda
Jika Pilkada ditunda, kata Hasto, maka akan ada risiko politik ke depannya karena dapat menciptakan ketidakpastian yang baru.
Oleh sebab itu, PDIP mengusulkan pembatasan orang yang nantinya melaksanakan kampanye dan disesuaikan metodenya dengan kondisi di lapangan.
"Jumlah kampanye nanti dibatasi, sehingga tidak boleh nanti kampanye massal, 50 orang itu boleh, misalnya," ucap Hasto.
"Metode kampanye akan kita sesuaikan door to door itu menjadi opsi, kampanye virtual itu menjadi opsi, penggunaan handphone sebagai alat perjuangan untuk mensosialisasikan calon itu menjadi metode pendekatan," papar Hasto.
Lebih lanjut Hasto mengatakan, beberapa negara lain juga berhasil melaksanakan ajang Pemilu seperti di Korea Selatan dan Sri Lanka.
"Jadi maksud saya, mari kita penuhi ketentuan protokol pencegahan Covid tersebut. Pilkada ini justru menjadi ujian bagi kita terhadap kemampuan kita membangun disiplin total, disiplin menyeluruh," pungkas Hasto.
Minta Ditunda
Sebelumnya sejumlah pihak meminta Pilkada 2020 ditunda karena covid-19.
Diantaranya, Tim Pemantau Pilkada Komnas HAM RI merekomendasikan agar gelaran Pilkada 2020 ditunda.
Permintaan penundaan kepada pemerintah dan penyelenggara Pemilu tersebut karena Pandemi Covid-19 yang belum mereda di Indonesia.
"KPU, Pemerintah, dan DPR untuk melakukan penundaan pelaksanaan tahapan pilkada lanjutan sampai situasi kondisi penyebaran Covid-19 berakhir atau minimal mampu dikendalikan berdasarkan data epidemiologi yang dipercaya," kata Tim Pemantau Pilkada Komnas HAM, Hairansyah dalam siaran pers yang diterima Tribun, Jumat, (11/9/2020).
Baca: KPK Soroti Potensi Korupsi Pengadaan APD dalam Penyelenggaraan Pilkada di Tengah Pandemi
Adapun, seluruh proses yang telah berjalan tetap dinyatakan sah dan berlaku untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi para peserta pilkada.
"Rekomendasi ini disampaikan, sebagai bagian dari pemajuan penegakkan dan perlindungan Hak Asasi Manusia dalam proses Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020," katanya.
Menurutnya, berdasarkan data resmi dari pemerintah (www.covid19.go.id) tertanggal 10 September 2020 terus menunjukkan peningkatan sebaran.
Perkembangan kasus kumulatif per 10 September 2020 menunjukan peningkatan sebesar 3.861 kasus, seperti di Provinsi Sumatera Barat menjadi 3.124 kasus, Jambi 309 kasus, Bengkulu 400 kasus, Kepulauan Riau 1.340 kasus, Kalimantan Tengah 2.887 kasus, Kalimantan Selatan 9.078 kasus, Kalimantan Utara 458 kasus, Sulawesi Utara 4.064 kasus dan Sulawesi Tengah 261 kasus.
Baca: PSI Minta KPU Hapus Larangan Iklan Kampanye di Medsos Agar Pilkada Tak Jadi Kluster Covid-19
"Hal ini sangat berpengaruh terhadap Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, karena kesehatan dan keselamatan baik penyelenggara, paslon dan pemilih dipertaruhkan," katanya.
Di sisi lain sebanyak 59 Bapaslon diantaranya terkonfirmasi positif Covid-19, demikian halnya jumlah penyelenggara yang terkonfirmasi positif terus meningkat diantaranya Anggota KPU RI, para petugas KPU dan Bawaslu yang bertugas di lapangan, bahkan Bawaslu menjadi klaster di Boyolali, karena 70 Pengawas Pemilu Positif Covid-19 .
Begitu pun dengan petugas RT/RW yang membantu PPS dalam pemuktahiran data pemilih (PPDP) pada saat melakukan test rapid hasilnya reaktif.
Hal ini menunjukkan klaster baru Pilkada benar adanya.
"Dengan belum terkendalinya penyebaran Covid-19 bahkan jauh dari kata berakhir saat ini maka Penundaan Tahapan Pilkada memiliki landasan yuridis yang kuat," katanya.
Selain itu, bila tetap dilaksanakan tahapan selanjutnya, dikhawatirkan akan semakin tidak terkendalinya penyebaran Covid-19 semakin nyata, dari segi hak asasi manusia hal ini berpotensi terlanggarnya hak-hak antara lain:
1. Hak untuk hidup (right to life), bahwa apabila tetap dilaksanakan Penyelenggaraan Pemilukada Serentak 2020 untuk menjamin hak memilih dan dipilih, justru akan menjadi ancaman terhadap hak asasi manusia lain yang bersifat absolut yakni terutama hak untuk hidup.
Mengingat hak untuk hidup ini sebagai bagian dari hak yang tidak dapat dicabut (non-derogable right) yang dijamin dalam Pasal 28A UUD 1945, Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Pasal 6 Kovenan Hak Sipil dan Politik yang menegaskan keabsolutannya untuk tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, termasuk kondisi darurat.
2. Hak atas kesehatan, merupakan salah satu fundamental right yang juga mempengaruhi kualitas kehidupan dan perkembangan peradaban sebuah bangsa sehingga tidak dapat diremehkan perlindungan dan pemenuhannya. Pengaturan jaminan hak atas kesehatan ditetapkan dalam Pasal 28H UUD 1945, Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 12 ayat (1) Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (diratifikasi dengan UU No. 11 Tahun 2005) dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Secara umum regulasi tersebut mengamanatkan kepada Negara melalui pemerintah untuk mengakui dan menjamin hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai dalam hal kesehatan fisik dan mental.
3. Hak atas rasa aman, menekankan kewajiban kepada pemerintah untuk memberikan jaminan atas perlindungan diri, kehormatan, martabat dan hak miliknya, serta perlindungan dari ancaman terhadap ketakutan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
Kewajiban tersebut tertuang dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, Pasal 29 dan Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Oleh karena itu, Negara melalui pemerintah dituntut untuk melindungi hak atas rasa aman warga negara terutama untuk wilayah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah.
"Penundaan ini juga seiring dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh UN tentang Policy brief on election Covid-19 bahwa pemilu yang dilakukan secara periodik bebas dan adil tetap menjadi suatu hal yang penting, namun harus lebih memperhatikan kesehatan dan keamanan publik (human security) dengan menimbang pada keadaan darurat yang terjadi saat ini," pungkasnya.
Penulis: Seno/Taufik