Konsorsiumpun menyanggupi biaya tersebut, termasuk biaya persiapan kontingen Indonesia.
Surat pernyataan tersebut tercantum dalam butir pertimbangan penerbitan Kemenkokesra Nomor 14 tahun 1996 sebagai tindak lanjut dari Inpres Nomor 5 tahun 1996.
Diluar rencana semula, konsorsium dibebani tambahan untuk persiapan kontinen Indonesia Pelatnas sebesar Rp 32 Miliar.
Sementara kegiatan Pelatnas tidak melekat kepada biaya penggandaan SEA Games.
“Biaya pelaksanaan SEA Games seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia sebagai peserta dalam mempersiapkan keikutsertaan kontingen Indonesia dan bukan termasuk kedalam biaya penyelenggaraan SEA Games oleh Konsorsium,” jelasnya.
Konsorsium yang dipimpin Bambang Trihatmodjo ini sukses menyelenggarakan acara event internasional bergengsi tersebut.
Bahkan Indonesia berhasil mempersembahkan gelar juara umum SEA Games 1997.
Namun anehnya, putra Presiden RI ini, malahan dicemarkan baiknya gara-gara talangan biaya persiapan dan pelatnas atlit SEA Games.
Sasmito menegaskan, keputusan pencekalan berpergian ke luar negeri ini sangat tidak masuk akal. Hal ini bentuk penzaliman.
"Sebagai seorang pengusaha pribumi asli, apa yang dilakukan Menkeu ini bentuk sikap zalim. Mas Bambang benar-benar dirampas hak-hak keperdataannya. Dimanakah keadilan hukum di bumi pertiwi NKRI ini,” terangnya.
Padahal semestinya, komitmen hukum di era ini harus benar-benar sebagai panglima. Seharusnya perlakuan hukum harus yang seadil-adilnya.
“Lha kalau seorang WNI saja diperlakukan dengan sewenang-wenang, bagaimana dengan nasib perlakuan hukum terhadap rakyat jelata,” tegasnya.
Sasmito menduga Bambang Trihatmojo akan melawan setiap bentuk penzaliman terhadap WNI yang sesungguhnya telah berjasa besar dengan mengharumkan nama negara dan bangsa mempersembahkan hasil juara SEA Games 1997.