"Padahal agama itu untuk menebar kebaikan, agama itu menjadi kekuatan moral dan etis yang sangat penting bagi setiap warga bangsa. Nilai spiritualitas yang membebaskan," ujar Sekjen DPP PDI Perjuangan itu.
Selanjutnya adalah kecenderungan mendahulukan elektoral, dimana semangatnya adalah memenangkan pemilu menghalalkan cara apapun.
Partai politik hanya dianggap sekedar menjadi mesin pemenangan, bukan sebuah kesempatan mewujudkan Pancasila untuk masyarakat.
Sebagai Sekjen PDIP, Hasto mengatakan itu sebabnya partai itu menyelenggarakan sekolah kepala daerah agar para calon memahami kembali bahwa ajang pemilu sebenarnya adalah ajang awal untuk nantinya membumikan Pancasila dalam kebijakan pemerintahan negara.
Politik elektoral ini pada gilirannya hanya sebagai bentuk pencitraan. Kalau di hari-hari biasa, ada rakyat susah dibiarkan. Tapi begitu kampanye, ada rakyat susah, semua berbondong-bondong membantu dan kemudian diviralkan melalui media sosial.
"Politik elektoral dari perspektif pencitraan itu juga nanti akan menciptakan konflik tersendiri. Kemudian wataknya juga transaksional, karena ada mobilisasi Pilkada itu jauh lebih besar," ulasnya.
Hal ini pun hilirnya adalah terjadi sebuah kepentingan transaksional dengan para investor politik. Akibatnya, pembangunan akan berjangka pendek. Terjadi politisasi hukum, identitas, perang informasi, perang psikologi, alias perang hegemoni di dalam informasi. Bahkan sampai melibatkan perang hasil survei.
Hasto lalu menawarkan solusi berupa konsolidasi demokrasi, konsolidasi ideologi, hingga konsolidasi politik melalui budaya tertib hukum.
Konsolidasi demokrasi dilakukan demi membangun kapabilitas nasional untuk mewujudkan daulat politik, berdikari ekonomi, dan berkepribadian dibidang kebudayaan.
Konsolidasi ideologi dilakukan dengan memastikan Pancasila sebagai the way of life, dan perwujudan UUD 1945 khususnya pasal 33 di bidang ekonomi, hingga melawan gerakan penyeragaman budaya.
Konsolidasi Politik Budaya Tertib Hukum dilakukan dengan penataan sistem politik nasional melalui penetapan Haluan Negara, multi partai sederhana, memastikan efektivitas sistem presidensial, sistem pemilu yang proporsional tertutup dan pelembagaan kaderisasi kepemimpinan di parpol, hingga berdamai dengan masa lalu.
Intinya, ke depan, sistem pemilu harus berorientasi pada biaya politik rendah dan tetap menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Resolusi konflik pilkada harus didasarkan pada tradisi demokrasi Pancasila, penegakkan hukum, disiplin parpol serta ketaatan pada regulasi.
Hasto merekomendasikan, dengan semakin matangnya kualitas demokrasi, maka konsolidasi ideologi, politik, hukum, ekonomi, dan budaya, harus melihat landasan demokrasi berdasarkan Pancasila.
Dia juga merekomendasikan perlunya dikaji pelaksanaan pemilu asimetris dengan memperhatikan indeks demokrasi, kerawanan demokrasi, dan posisi strategis suatu wilayah.
"Praktek demokrasi harus memperkuat sistem pertahanan nasional yang bersifat semesta dan melibatkan peran aktif setiap warga negara," pungkas Hasto.