Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus memeriksa teman dekat Jaksa Pinangki Sirna Malasari bernama Rahmat terkait kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Selasa (22/9/2020).
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan Rahmat diperiksa dalam statusnya sebagai pihak swasta yang menjabat pemilik Koperasi Nusantara.
Dia diperiksa masih dalam kapasitas sebagai saksi dalam kasus Jaksa Pinangki.
Baca: 3 Pejabat Garuda Diperiksa Terkait Perjalanan Keluar Negeri Jaksa Pinangki
"Pihak atau saksi yang kembali diperiksa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) gratifikasi dengan yaitu saudara Rahmat selaku karyawan swasta atau pemilik Koperasi Nusantara," kata Hari dalam keterangannya, Selasa (22/9/2020).
Diketahui, pemeriksaan kali ini menjadi pemeriksaan ketiga bagi Rahmat dalam kasus tersebut.
Rahmat diketahui sosok yang telah mengenalkan Jaksa Pinangki dengan Djoko Tjandra.
Baca: Ke KPK, MAKI Ungkap Peran King Maker dalam Kasus Djoko Tjandra-Pinangki
Menurut Hari, pemeriksaan kali ini untuk mencari fakta hukum atas kelengkapan berkas perkara Djoko Tjandra.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk mencari fakta hukum tentang pemberian dan janji tersangka Djoko Tjandra kepada Jaksa PSM dan bagaimana teknis dan caranya serta maksud dan tujuan pemberian tersebut," katanya.
Untuk diketahui, Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus bersama Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara Jaksa Pinangki Sirna Malasari kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (17/9/2020).
Jaksa Pinangki didakwa telah merancang action plan terkait kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi sebagai terpidana kasus korupsi cassie bank Bali.
Baca: Sidang Perdana Jaksa Pinangki Digelar Rabu Pekan Depan di Pengadilan Tipikor Jakarta
Dia melakukan hal tersebut bersama-sama dengan mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya.
Tak hanya Andi Irfan Jaya, Jaksa Pinangki juga bersama-sama dengan Anita Kolopaking melobi Djoko Tjandra agar menggunakan jasanya dengan sejumlah proposal imbalan USD 1 juta atau setara Rp 14,8 milliar.
Diketahui, proposal action plan itu dipaparkan oleh Jaksa Pinangki, Andi Irfan Jaya dan Anita Kolopaking saat menemui Djoko Tjandra di Kantornya yang terletak di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia pada November 2019 lalu.
Ketiganya bersama Djoko Tjandra juga sempat bersepakat untuk memberikan uang sejumlah USD 10 Juta atau Rp 148 milliar kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung. Hal itu untuk keperluan mengurus permohonan Fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung.
Dalam dakwaanya, Djoko Tjandra disebut baru sempat mengirimkan uang kepada Pinangki sebesar USD 500 ribu atau Rp 7 milliar sebagai uang muka biaya jasa pengurusan awal. Uang itu diberikan melalui almarhum adik ipar Djoko Tjandra, Herriyadi kepada Andi Irfan Jaya.
Baca: Kejagung Limpahkan Tersangka dan Barang Bukti Kasus Jaksa Pinangki ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat
Selanjutnya, Andi Irfan Jaya meneruskan uang itu kepada Jaksa Pinangki. Namun di tengah jalan, Djoko Tjandra memutuskan membatalkan untuk menggunakan jasa Jaksa Pinangki untuk mengurus fatwa MA.
Dalam kasus ini, Jaksa Pinangki dijerat dengan pasal berlapis.
Di antaranya, pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Subsidiair pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ketiga, pasal 15 jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.
Subsidiair pasal 15 Jo. Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.