News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak

Dampak yang Timbul Jika Pilkada 9 Desember 2020 Ditunda Menurut Komite Pemilih Indonesia

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow.

TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah permasalahan dinilai akan timbul jika pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember mendatang kembali ditunda.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow, mengungkapkan permasalahan pada sistem pemerintahan daerah hingga ekonomi bisa muncul jika Pilkada ditunda.

"Yang sudah pasti kalau ditunda dari sisi teknis akan ada kesulitan, misalnya calon-calon sudah ada, yang repot sampai kapan penundaannya," ungkap Jeirry dalam program Overview Tribunnews.com, Kamis (24/9/2020).

"Kalau kita pakai asumsi pandemi selesai, banyak pakar meyakini pandemi tidak akan selesai sampai tahun depan," imbuh Jeirry.

Jeirry Sumampow (TRIBUNNEWS.COM/GITA)

Baca: Muhammadiyah Jateng Harap Jokowi Merenung 1-3 Hari untuk Putuskan Kebijakan Soal Pilkada Serentak

Jeirry menyebut setidaknya membutuhkan dua tahun ke depan untuk menjalankan Pilkada secara normal.

"Apakah menunggu selama itu baik? Calon sudah ada, tidak mungkin menunggu selama itu baru Pilkada," ungkapnya.

Selain itu, Jeirry juga menyebut daerah yang memiliki pemimpin baru di Pilkada 2020 akan semakin repot.

"Ada sekian ratus daerah yang akan mengalami pergantian pemimpin karena periode masa bakti kepala daerahnya telah habis," ungkapnya.

Jika tidak melakukan Pilkada sekarang, lanjut Jeirry, daerah akan dipimpin penjabat atau pelaksana tugas sementara.

Baca: Azis Syamsuddin: PKPU Berpotensi di Gugat ke Mahkamah Agung

Hal itu dinilai akan merugikan daerah itu sendiri.

"Penjabat sementara tidak punya kewenanganan untuk mengambil kebijakan strategis, tapi lebih ke arah administratif agar tetap berjalan," ungkap Jeirry.

Jeirry menyebut hal ini akan berdampak bagi masyarakat.

"Upaya untuk membangun dan menyejahterakan masyarakat akan mengalami hambatan," katanya.

Sisi Ekonomi

Selain itu Jeirry juga menyebut ditundanya Pilkada dapat berdampak pada sektor ekonomi.

"Pilkada ini kan ada sekitar Rp 20 triliun yang dikucurkan dari negara, ini akan menjadikan stimulus ekonomi, ada peredaran uang di sana."

"Tidak hanya uang negara tapi juga uang dari kandidat yang dibelanjakan untuk kepentingan Pilkada, ini juga kita butuhkan," ungkap Jeirry.

Baca: Revisi PKPU, Paslon Tetap Bisa Disanksi Pidana Jika Langgar Protokol Kesehatan

Jeirry menyebut jika aktivitas sosial dikunci, akan terjadi kerepotan di banyak aspek.

"Kerugian-kerugian yang ditimbulkan jika Pilkada ditunda akan lebih banyak," ungkapnya.

Jeirry juga mengungkapkan, ada pertaruhan keselamatan warga jika lanjutan tahapan Pilkada dilanjutkan.

Namun Jeirry menilai sudah ada perbaikan penerapan protokol kesehatan di lanjutan tahapan Pilkada.

"Di kegiatan KPU ada perbaikan berkaitan dengan tahapan sesuai prosedur penanganan Covid-19," ungkapnya.

Baca: Satgas Covid-19 Apresiasi KPU Yang Akan Beri Sanksi Calon Kepala Daerah Buat Kerumunan Saat Kampanye

Jeirry menyebut, tidak ada penumpukan massa dalam agenda pengumuman pasangan calon (paslon), Rabu (23/9/2020) seperti pada saat pendaftaran bakal paslon.

"Kemudian 24 September pengundian nomor urut, penumpukan masa di beberapa tempat kita pantau memang masih terjadi, tapi tak seheboh kemarin (saat pendaftaran)," ungkapnya.

Jeirry menyebut setelah adanya wacana penundaan yang begitu kuat disuarakan oleh sejumlah pihak, ada perbaikan yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"KPU yang dulunya tidak mau mengatur kampanye rapat umum ditiadakan, mau mengatur itu untuk ditiadakan," ungkapnya.

Jeirry menyebut adanya wacana penundaan kembali pelaksanaan pemungutan suara 9 Desember 2020 mendatang memiliki dampak positif.

"Menurut saya yang terjadi kemarin itu wacana yang bagus untuk memaksa semua kita untuk mulai berpikir melaksanakan Pilkada dalam kerangka pandemi Covid-19," ujarnya.

Baca: Minta Pilkada Serentak 2020 Ditunda, PBNU: Kalau Dilanjut Berarti Kami Gugur dalam Berikan Masukan

Jeirry menegaskan pandemi Covid-19 tidak bisa disepelekan.

Harus ada aturan jelas yang mengatur protokol pencegahan penularan Covid-19.

"Saya merasa pandemi Covid tidak semata-mata tempelan, kita masuk gedung ada hand sanitizer, cek suhu, wajib bermasker, jarak kursi, bukan itu. tapi paradigma penanganan Covid harus masuk dalam regulasi dan mengikat semua," ungkapnya.

Menurut Jeirry, hal itu menjadi kewenangan KPU.

"Dulu itu kan tidak terjadi saat pendaftaran, tapi sekarang KPU sudah mengatur, sekarang sudah keluar PKPU yang sudah mengatur pembatasan-pembatasan," ungkapnya.

Jeirry menyebut sudah ada ketegasan dari sisi regulasi untuk mengatur dan membatasi agar tahapan Pilkada tidak menjadi arena penularan Covid-19.

"Menurut saya ada perbaikan, artinya kalau pola begini kita teruskan, kita bisa menjalankan tahapan dengan meminimalisasi penularan dalam tahapan Pilkada," ungkapnya.

Baca: PKPU 13/2020 Atur Materi Debat Paslon Pilkada Soal Strategi Atasi Pandemi Corona

Jeirry menilai pemangku kebijakan agar tak terburu-buru mengambil keputusan penundaan Pilkada.

"Kita tata kembali mekanisme Pilkada di masa pandemi, kuncinya di situ, itu tugas besar kita."

Jeirry menyebut bagaimana cara menyadarkan masyarakat menjadi tanggung jawab bersama.

"Kesadaran pemilih dalam tahapan pemilu harus diperkuat, peran kelompok agama NU dan Muhammadiyah dalam konteks ini menjadi penting," ungkapnya.

Sebelumnya diketahui desakan penundaan penyelenggaraan tahapan lanjutan Pilkada Serentak 2020 menyeruak akhir-akhir ini.

Sejumlah pihak termasuk dua organisasi besar Nadlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah meminta agar Pilkada ditunda demi keselamatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

Adapun Komisi II DPR RI bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu sepakat pelaksanaan Pilkada 2020 tetap digelar pada 9 Desember 2020.

Komisi II meminta agar penerapan protokol Covid-19 dilaksanakan secara konsisten dan pelanggarnya harus mendapatkan sanksi tegas.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini