TRIBUNNEWS.COM - Amnesty International Indonesia menyayangkan respons Indonesia saat menjawab tuduhan yang dilontarkan Vanuatu terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada sidang PBB.
"Kami sangat menyayangkan sikap Pemerintah Indonesia di forum PBB yang masih cenderung resisten terhadap suara-suara dari negara sekecil apa pun, bahkan sekecil negara Vanuatu misalnya," ucap Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam konferensi pers daring, Senin (28/9/2020).
Menurut dia, Indonesia seharusnya menjawab tuduhan tersebut dengan cara yang lebih elegan, misalnya, dengan cara yang memperlihatkan komitmen Indonesia dalam penegakkan hukum dan HAM.
Hal itu mengingat Indonesia yang merupakan negara hukum.
Maka dari itu, Indonesia seharusnya mengusut kasus-kasus pelanggaran yang ada.
"Negara hukum itu artinya harus ada penghukuman yang efektif kepada mereka yang melakukan kejahatan yang sangat serius. Di dalam konteks kejahatan serius itu, kejahatan tidak bisa diampuni, tidak boleh diampuni," ucap dia.
Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa Vanuatu bukan perwakilan warga Papua saat menyampaikan hak jawab atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilontarkan negara Pasifik itu terhadap Indonesia.
“Anda bukanlah representasi dari orang Papua, dan berhentilah berfantasi untuk menjadi salah satunya,” kata Silvany Austin Pasaribu, diplomat muda yang mewakili Indonesia menggunakan hak jawab di Sidang Umum PBB, Sabtu (26/9/2020).
Dalam rekaman video resmi PBB, Silvany menyebut Vanuatu memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana Indonesia harus bertindak atau memerintah negaranya sendiri.
Sebab, hampir setiap tahun dalam Sidang Umum PBB, Vanuatu selalu menyinggung isu dugaan pelanggaran HAM yang dialami masyarakat Papua.
Ini merupakan tuduhan yang dianggap Indonesia sengaja digaungkan untuk mendukung separatisme.
“Indonesia akan membela diri dari segala advokasi separatisme yang disampaikan dengan kedok kepedulian terhadap hak asasi manusia yang artifisial,” kata Silvany.
Ia menegaskan bahwa sejak 1945, Papua dan Papua Barat merupakan bagian dari Indonesia yang merupakan keputusan final dan tidak dapat diubah.
Hal ini juga telah didukung dengan tegas oleh PBB serta komunitas internasional sejak beberapa dekade lalu.
“Prinsip-prinsip Piagam PBB yang jelas tidak dipahami Vanuatu adalah penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial,” ujar Silvany.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Amnesty Sayangkan Respons Indonesia ke Vanuatu soal Papua di Sidang PBB"