TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anita Kolopaking dan Djoko Tjandra menggunakan rompi tahanan berwarna oranye saat kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur pada hari ini, Senin (28/9/2020) lalu.
Namun perlakuan berbeda diberikan kepada Brigjen Prasetijo Utomo.
Meski sama-sama tersangka kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra namun Brigjen Prasetijo Utomo telihat tak mengenakan rompi tahanan.
Dia tampak memakai seragam lengkap korps Bhayangkara saat digelandang keluar dari Rutan Bareskrim Polri.
Menyikapi hal tersebut, Praktisi Hukum Alfonsus Atu Kota mengkritik keras perlakuan diskiriminasi terhadap Pinangki Sirna Malasari yang kini tengah menjalani proses hukum.
Menurut dia itu semacam praktek tebang pilih perlakuan hukum yang cenderung mengabaikan prinsip equality before the law yang berlaku secara universal.
Hal ini bertentangan dengan pasal 27 (ayat 1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum.
“Kesamaan di hadapan hukum berarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintah. Tidak boleh diskriminasi. Ini perintah konstitusi kita,” tegas Alfons ketika dikonfirmasi pers, Selasa (29/9/2020).
Meski kini sudah mendekam rumah tahanan Kejagung, tangan Pinangki tetap diborgol saat menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.
“Saya kira, perlakuan diskriminasi seperti ini jangan sampai terjadi lagi. Ini negara hukum dan prinsip dasar hukum itu yang equal,” jelasnya.
Kendati demikian, dia mengaku keputusan memborgol atau tidak seorang tersangka sepenuhnya wewenang subyektif penyidik.
Baca: Penampakan Brigjen Pol Prasetijo Saat Dibawa ke Kejari Jaktim, Berseragam Polri dan Tak Diborgol
Baca: Arteria Duga Ada Internal Kejagung Tunggangi Kasus Pinangki untuk Ganti Jaksa Agung
Namun, tetap memegang teguh prinsip persamaan didepan hukum.
Sebab, perbedaan perlakuan ini memunculkan pertanyaan publik.
“Mengapa perlakuan hukum terhadap para tokoh yang diduga terlibat ini berbeda-beda. Dan ingat, publik sudah pintar menilai,” ujarnya.
Lebih lanjut, Alfons melihat, Kejaksaan terjebak pada kesalahan yang mereka lakukan dalam menangani persoalan ini sejak awal.
Karenanya, perbedaan perlakuan terhadap Jaksa Pinangki ini sebenarnya ingin memberi pesan kepada publik bahwa mereka serius menangani kasus ini.
Padahal ini sebenarnya sekedar upaya menutupi kesalahan Jaksa dalam menangani kasus ini.
“Tetapi, saya kira, ada langkah-langkah keliru yang mereka salah lakukan dari awal. Penerapan proses hukum acara terhadap pelaku sudah salah. Dan inilah cara Kejaksaan dengan menjadikan Jaksa Pinangki sebagai tong sampah dalam kasus ini,” tegasnya.
Menurutnya, menjadikan Pinangki sebagai tumbal dalam kasus ini sangat mungkin.
Pinangki dijadikan alat bagi Jaksa untuk menaikan pamor yang tengah jeblok di mata publik.
“Pinangki ini paling empuk dibandingkan nama-nama lain yang patut diduga berada di pusaran kasus ini. Jadi, wajar dia (Pinangki-red) dijadikan sasaran empuk,” imbuhnya.
“Yang mereka lakukan sebenarnya sekedar upaya menutupi kebobrokan yang mereka lakukan selama ini. Nggak ada keadilan hukum di negeri ini sekarang. Yang ada, yah kepentingan,” pungkasnya.
Kasusnya dilimpahkan
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri melimpahkan berkas perkara kasus pemalsuan dokumen surat jalan dan bebas Covid-19 palsu yang digunakan Djoko Tjandra pada hari ini, Senin (28/9/2020).
Direktur Tidak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Ferdy Sambo mengatakan berkas perkara yang dilimpahkan itu telah berstatus tahap kedua. Berkas itu pun dilimpahkan ke Kejari Jakarta Timur.
"Iya rencanannya pagi ini dilimpahkan," kata Sambo kepada wartawan, Senin (28/9/2020).
Lebih lanjut, Sambo menuturkan berkas perkara itu dilimpahkan sekaligus dengan alat bukti dan ketiga tersangka yang ditahan oleh kepolisian.
"Rencananya alat bukti dan tersangka diserahkan ke Kejati Jakarta Timur," tukasnya.
Untuk diketahui, Bareskrim polri menetapkan tiga tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen surat jalan dan bebas Covid-19 palsu yang digunakan Djoko Tjandra.
Mereka adalah Brigjen Prasetijo Utomo, Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking.
Dalam perkara ini, tersangka Brigjen Prasetijo disangkakan dengan tiga pasal berlapis yakni Pasal 263 Ayat 1 dan Ayat 2 juncto Pasal 55 Ayat 1 Kesatuan E KUHP, Pasal 426 Ayat 1 KUHP dan atau Pasal 221 Ayat 1 KUHP.
Sementara itu, tersangka Anita Kolopaking disangkakan melanggar Pasal 263 Ayat 2 KUHP berkaitan dengan pembuatan surat palsu.
Selain itu, Anita disangka melanggar Pasal 223 KUHP tentang memberikan bantuan terhadap Djoko Tjandra saat menjadi buronan untuk meloloskan diri.
Penulis: Igman/Hasanuddin