TRIBUNNEWS, JAKARTA - Seorang kolektor akan melepas koleksi buku-buku antik miliknya.
Koleksinya tersebut mulai dikumpulkan selama delapan tahun sejak 2012.
Akan ada sekitar 200 literasi khusus bertema batik.
Mulai dari buku, majalah, katalog, jurnal, hingga buku simpan pinjam koperasi (1955).
Baca: Laweyan dan 6 Kampung Batik di Indonesia
Baca: Kumpulan Ucapan Selamat Hari Batik 2 Oktober, Bagikan di WA, IG, FB, atau Twitter
Kolektor buku-buku langka ini adalah Heri Hito, seorang pekerja seni visual yang berkarir di industri kreatif sejak 2002.
Heri yang tinggal di kawasan Jakarta Selatan, pernah mendirikan movement Neo Batik Visual (2012-2014), wadah eksplorasi, kolaborasi visual batik dan pengumpulan literasi batik.
Koleksi yang dilepas Heri merupakan perjalanan seabad literasi batik dari 1919 – 2020 yang merupakan rentang waktu berbagai kisah, rekam visual, saksi-saksi di balik tapak sejarah warisan wastra Indonesia.
Menurut Heri, banyak kisah serta fakta yang ia temukan dari kumpulan literasi tersebut yang selama ini tak banyak diungkap publik.
“Misalnya, keberadaan batik yang sejak 1000 tahun lalu sudah menjadi komoditas ekspor hingga Thailand dan Kamboja, kala itu batik masih disebut sebagai kain Jawa,“ ujar Heri kepada Tribunnews, Kamis (1/10/2020).
Heri menyebut, temuan sejarah batik yang merambah mancanegara sejak jaman dulu itu berdasarkan literasi penulis dari China.
Bila diurutkan, koleksi Heri yang ditawarkan ke publik tersebut bisa diklasifikasi antara lain buku batik maestro, buku tehnik batik, buku katalog pameran batik, dan buku koleksi kolektor.
Baca: Coba Rendam Sebentar Baju Batik dengan Bahan Dapur Ini Sebelum Dicuci dan Lihat Hasilnya
Baca: Peringati Hari Batik Nasional, Annisa Pohan Beri Endorsement Gratis untuk UMKM Batik, Cek Syaratnya
Selain itu, ada pula buku-buku mengulas batik, yang ditulis menggunakan bahasa Jepang, Polandia, Mongolia, China, hingga Italia.
Heri menuturkan, sebagai kolektor literasi batik ia ingin buku-buku ini kepemilikannya dilanjutkan oleh orang atau perusahaan yang nantinya menjadi wawasan yang dapat berlanjut ke generasi penerus agar makin mencintai batik.
“Terlebih kita menuju ke literasi audio-visual, yang menjadikan wawasan mendalam seperti tulisan para ahli semakin langka. Saya rasa, nilai konten literasinya melebihi harga Rp 200 juta bagi koleksi yang sangat langka ini,” ujar Heri yang memasang koleksi-koleksinya di Instagram Literasi Batik Indonesia.