News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak 2020

Komisi II DPR Bantah PKPU Tak Tegas Terapkan Sanksi Peserta Pilkada Pelanggar Protokol Covid-19

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung angkat bicara mengenai penilaian publik soal aturan PKPU yang tak tegas terhadap peserta Pilkada yang melanggar.

Banyak pihak menilai PKPU 13/2020 masih belum tegas menerapkan sanksi bagi peserta pilkada yang melanggar protokol kesehatan.

Ketua Komisi II DPR RI menegaskan sejak sebelum diterbitkan PKPU No.13 Tahun 2020 yang merupakan perubahan kedua PKPU No.6 Tahun 2020, DPR  bersama Menteri Dalam Negeri telah mengusulkan dalam perbaikan PKPU No.10 Tahun 2020 menjadi PKPU No.13 Tahun 2020 bisa merujuk sejumlah aturan lain seperti UU Karantina Kesehatan dan regulasi lainnya.

"Kami telah mengusulkan kepada KPU agar para pelanggar protokol Pilkada juga bisa dikenakan aturan lain sesuai Perundang-Undangan seperti UU Karantina Kesehatan dan juga sanksi lain yang diatur dalam KUHP," ujar Ahmad Doli dalam keterangannya, Kamis (1/10/2020).

Baca: MUI Pertanyakan Sikap Pemerintah Soal Kemungkinan Buruk Jika Pilkada Tetap Lanjut di Tengah Pandemi

Ia berujar penetapan Wakil Ketua DPRD Kota Tegal sebagai tersangka karena melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan bisa menjadi trigger bagi Penyelenggara Pemilu untuk mensosialisasikan kepada aparat keamanan.

Tentu saja dalam PKPU diberikan sanksi progresif seperti harapan masyarakat, tapi kemudian mentok di undang-undangnya. Karena PKPU merupakan turunan dari UU.

"Dalam penyusunan PKPU 13/2020, KPU tidak bisa memberikan sanksi administratif secara tegas seperti pembatalan (diskualifikasi) sebagai pasangan calon di Pilkada 2020," tambah Doli.

Menurutnya penyusunan aturan di Pilkada 2020 masih harus berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 mengenai Pilkada, di mana memuat aturan pemilihan di masa normal dan bukan saat pandemi.

"Untuk mengubah aturan secara progresif, pemerintah perlu merevisi UU Nomor 10 Tahun 2020 atau menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu)," imbuhnya.

Namun, memang faktanya pemerintah, penyelenggara dan DPR sepakat untuk hanya merevisi PKPU.

"Sementara ini masih cukup dengan revisi PKPU," imbuhnya.

Pada akhirnya, kata Doli, DPR bersama Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu sepakat untuk merevisi PKPU yang menyesuaikan dengan kondisi kekinian dari pandemi.

Termasuk soal larangan kampanye dalam bentuk rapat umum, salah satu diantaranya larangan kampanye dengan konser musik.

"Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000, (satu juta rupiah),” kata Doli membacakan salah satu pasal UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan khususnya Pasal 93.

Diketahui, dalam Rapat Kerja beberapa waktu lalu di Komisi II terkait penegakan hukum pelanggar protokol kesehatan dalam Pilkada, yaitu menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bisa dilakukan bagi pihak yang melanggar protokol kesehatan selama penyelenggaraan pilkada.

Pasal KUHP yang bisa digunakan ialah pasal 212, 214, 216 ayat (1), dan 218 KUHP yang pada intinya apabila melakukan perlawanan dan tidak berkenan dibubarkan saat berkerumun, dapat dikenakan sanksi pidana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini