News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Komnas Perempuan: RUU Cipta Kerja Menurunkan Standar Perlindungan terhadap Buruh Perempuan

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi: Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Provinsi Jawa Tengah melakukan demo di depan halaman Kantor Dewan Provinsi Jateng yang intinya 'Menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja' yang justru isinya mendegradasi kesejahteraan buruh, Selasa (25/08/20). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Tiasri Wiandani menilai, Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) menurunkan standar perlindungan terhadap buruh perempuan yang sebelumnya telah diatur di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Menurutnya, hal tersebut terlihat dalam sejumlah pasal yang dituangkan di klaster ketenagakerjaan.

Hal itu disampaikannya dalam webinar 'Kontroversi RUU Ciptaker: Percepatan Ekonomi dan Rasa Keadilan Sosial', Minggu (4/10/2020) malam.

Baca: Politikus Demokrat Sebut Pembahasan RUU Cipta Kerja Ibarat Ibu Hamil yang Dipaksa Melahirkan

"Di klaster ketenagakerjaan, saya rasa, bagaimana penurunan perlindungan bagi hak buruh, terutama buruh perempuan, karena ada beberapa hak khususnya yang diatur UU Ketenagakerjaan tentang hak perempuan menjadi menurun," kata Tiasri.

Baca: Buruh Bakal Dibayar Lebih Rendah di RUU Cipta Kerja? Begini Penjelasannya

Baca: Tolak RUU Cipta Kerja, Politikus Demokrat: Jangan Korbankan Rakyat Demi Investasi

Dia mencontohkan satu di antara pasal yang menurunkan standar perlindungan buruh adalah terkait cuti haid.

Menurutnya, salah satu pasal di klaster ketenagakerjaan menyebutkan secara jelas perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar upah buruh perempuan yang mengambil cuti haid secara penuh

"Sedangkan di UU Ketenagkerjaan, cuti haid diberikan dua hari, mendapatkan upah penuh dan jadi tanggung jawab perusahaan membayarkan pekerja perempuan yang cuti haid," ucapnya.

Lebih lanjut, Tiasri mengatakan penurunan standar perlindungan terhadap buruh perempuan juga terlihat dari pasal yang mengizinkan penambahan waktu kerja.

Menurutnya, pemberian kewenangan bagi perusahaan untuk menambah waktu kerja buruh membuktikan bahwa RUU Omnibus Law Ciptaker telah mengabaikan kesehatan reproduksi perempuan.

"Jam kerja panjang perempuan akan berisiko pada perempuan terhadap kesehatan reproduksi, ini juga diabaikan di dalam draf RUU ini," pungkasnya.

RUU Cipta Kerja Tidak Menghilangkan Hak Cuti

Sebelumnya, DPR dan pemerintah menyepakati seluruh hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Kesepakatan itu diambil dalam rapat kerja pengambilan keputusan Tingkat I RUU Cipta Kerja.

Dalam rapat tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan poin-poin penting yang tercantum dalam RUU sapu jagat itu.

Salah satunya ialah terkait penegasan, tidak dihapusnya ketentuan mengenai cuti, baik itu cuti haid atau bahkan hamil.

"Kami menegaskan (RUU Cipta Kerja) tidak menghilangkan hak cuti, hak haid, cuti hamil," katanya dalam gelaran Rapat Kerja Badan Legislatif DPR RI, Sabtu (3/10/2020).

Airlangga menegaskan, ketentuan mengenai hak cuti para pekerja masih diatur dalam aturan yang berlaku saat ini.

Aturan yang dimaksud ialah Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

"(Ketentuan cuti) sudah diundang-undangkan melalui Undang-Undang Ketenagakerjaaan," kata dia, seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel "Menko Airlangga: RUU Cipta Kerja Tidak Menghilangkan Hak Cuti".

Hak cuti merupakan salah satu poin utama yang diperjuangkan para buruh yang akan menggelar aksi demonstrasi dan mogok kerja pada tanggal 6 hingga 9 Oktober mendatang.

Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, melalui RUU yang segera disahkan tersebut, para pekerja yang mengambil cuti haid atau hamil tidak akan dibayar uapahnya.

"Dengan kata lain, otomatis peraturan baru di omnibus law tersebut tentang cuti haid dan hamil hilang. Karena dibuat untuk tidak dilaksanakan," ucapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini