"Motifnya ekonomi ya. Ya mereka memang ingin mengubah hidupnya. Pelaku ini melakukan kegiatan seperti ini, sehari-hari mereka tidak ada bekerja dan hari-hari pekerjaannya seperti ini," kata Irjen Argo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (5/10/2020).
Namun demikian, Argo menyampaikan jaringan pembobolan bank ini bisa memenuhi kebutuhan hidup dari hasil penipuannya itu. Bahkan salah satu tersangka, memiliki rumah mewah yang di dalamnya terdapat kolam renang.
Rumah itu diketahui aset milik aktor utama atau pemimpin dari jaringan pembobol bank yang berinisial AY.
Dalam aksi kejahatannya, AY mendapatkan minimal 40 persen dari total hasil penipuan yang berhasil dilaksanakan.
"Dia rumahnya mewah, anggota cek juga rumahnya ada kolam renangnya," pungkasnya.
Baca: Mabes Polri Ringkus Sindikat Pembobol Rekening, Kerahkan 100 Personil hingga Peralatan Lengkap
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap 10 tersangka kasus pembobolan akun nasabah bank dan aplikasi transportasi online.
Total, jaringan ini telah memperdaya 3.070 rekening bank milik nasabah dengan kerugian Rp 21 miliar.
Pengungkapan kasus tersebut berawal dari laporan salah satu korban dan pihak perbankan mengenai adanya kasus pembobolan akun nasabah. Laporan ini pertama kali diterima pada Juli 2020 lalu.
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan penyidik polri melacak keberadaan pelaku yang diketahui berada di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.
"Tim kemudian bergerak dan menemukan yang diduga pelaku di daerah Sumatera Selatan di Tulung Selapan, OKI, Sumsel," kata Irjen Argo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (5/10/2020).
Diungkapkan Argo, tersangka yang ditangkap dalam jaringan ini berjumlah 10 orang dengan peran yang berbeda-beda. Mereka adalah AY, JL, GS, K, J, RP, KS, JP, PA dan A.
"Dari 10 tersangka ini kaptennya AY. Dia yang mengendalikan operasinya, dan yang lain persiapan IT dan sebagainya," jelasnya.
Lebih lanjut, Argo menjelaskan modus penipuan yang dilakukan oleh pelaku adalah dengan meminta kata sandi atau password dari OTP (One Time Password) bank milik korban. Para pelaku mengaku dari pihak perbankan yang meminta password tersebut.
"Jadi dia telepon nasabah bank, kita nggak sadar kemudian memberi password itu. Setelah itu semua bisa dibobol mereka bisa melihat saldo dan mentransfer ke rekening penampungan ada beberapa rekening," jelasnya.