Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mabes Polri mengungkap alasan belum menahan mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan pengusaha Tommy Sumardi sebagai tersangka kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Diketahui, berkas perkara suap penghapusan red notice Djoko Tjandra telah dilimpahkan tahap 1 kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Berkas itu sedang dianalisa untuk dilanjutkan ke meja hijau.
Baca: Hakim Tolak Praperadilan Napoleon, Bareskrim Polri Lanjutkan Penyidikan Red Notice Djoko Tjandra
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan penahanan tersangka dalam suatu perkara merupakan kewenangan penyidik.
Menurutnya penyidik yang berhak menentukan Napoleon dan Tommy harus dilakukan penahanan atau tidak.
"Jadi proses penahanan itu sangat tergantung baik itu secara subjektif ataupun objektif itu semua kewenangan penyidik. Itu semua diatur dengan KUHAP. Tidak ada dilanggar disana," kata Brigjen Pol Awi Setiyono kepada wartawan, Rabu (7/10/2020).
Awi mengatakan masa penahanan seorang tersangka memiliki batas waktu sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Dalam waktu itu, penyidik Polri dan JPU harus segera melengkapi berkas perkara (P21) untuk disidangkan di pengadilan.
Baca: MAKI Sodorkan Temuan Gratifikasi 100.000 Dolar SIN di kasus Djoko Tjandra, Begini Reaksi KPK
Jika belum selesai sebagaimana waktu yang ditentukan KUHAP, maka penyidik diminta untuk kembali mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.
Menurut Awi, hal ini yang tidak diinginkan penyidik.
"Jangan sampai kita terbelenggu kok nggak ditahan atau gimana. Jangan sampai nanti abis waktu penahanannya. Itu berisiko bagi penyidik. Karena dalam kasus Tipikor itu tidak gampang atau tidak mudah untuk membuktikan perbuatan peristiwa pidananya," jelasnya.
Atas dasar itu, pihaknya mengharapkan berkas perkara penghapusan red notice Djoko Tjandra bisa segera dianalisa oleh JPU.
Baca: BREAKING NEWS: Irjen Pol Napoleon Minta Ongkos Rp7 M untuk Hapus Red Notice Djoko Tjandra
"Kita menunggu, tahap satu sudah tinggal hasil analisa JPU. Kita berharap juga tidak waktu lama ini kasus bisa bergulir sehingga kita bisa liat sama sama disidangkan. Sebenarnya apa yang terjadi dalam kasus itu," katanya.
Untuk diketahui, Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra saat masih menjadi buron.
Keempat tersangka itu adalah Djoko Tjandra dan pengusaha Tommy Sumardi selaku pemberi suap. Selanjutnya, mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.
Dalam kasus ini, tersangka tindak pidana korupsi di pihak pemberi hadiah dijerat pasal 5 ayat 1, pasal 3 Undang-undang Nomor 20 tahun 2002 tentang Tipikor junto pasal 55 KUHP.
Sementara itu, tersangka penerima hadiah yaitu Brigjen Prasetijo dan Irjen Napoleon dikenakan pasal 5 ayat 2, pasal 11 dan 12 huruf a dan b Undang-undang nomor 20 tahun 2002 tentang tindak pidana korupsi junto pasal 55 KUHP.
Praperadilan Irjen Napoleon ditolak
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus menolak seluruh gugatan praperadilan mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte.
Sidang agenda pembacaan putusan digelar di PN Jaksel, Selasa (6/10/2020).
Sidang dimulai pukul 11.21 WIB, Napoleon selaku Pemohon tidak hadir.
Kehadirannya diwakili oleh tim hukumnya.
Hakim Ketua Suharno menilai Bareskrim Polri dalam penetapan tersangka terhadap Napoleon dalam perkara gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra dianggap sudah sesuai prosedur.
"Pertama, menolak praperadilan Pemohon untuk seluruhnya. Kedua, membebankan biaya perkara senilai nihil," ungkap Hakim Ketua Suharno di ruang 5, PN Jaksel.
Gugatan Praperadilan Napoleon
Diketahui mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapan tersangka dirinya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Napoleon berstatus tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Sidang perdana untuk gugatan praperadilan tersebut digelar di PN Jaksel pada Senin (21/9/2020) kemarin.
Pada sidang Senin (28/9/2020) minggu lalu, Irjen Napoleon Bonaparte menilai Bareskrim Polri selaku termohon tidak punya bukti penerimaan suap terhadap dirinya.
Napoleon membantah pernah menerima suap atau janji dalam bentuk apapun terkait penghapusan red notice atas nama Djoko S. Tjandra
Gugatan Praperadilan Napoleon ditolak Bareskrim Polri
Sementara itu pada sidang Selasa (29/9/2020), tim hukum Bareskrim Polri menolak seluruh dalil praperadilan yang disampaikan Napoleon selaku Pemohon.
Bareskrim menegaskan bahwa proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan terhadap Napoleon sudah sesuai prosedur, satu di antaranya merujuk pada nota dinas Kadiv Propam Polri dan Kabareskrim Polri
Meskipun pemohon menyangkal tidak pernah menerima uang, Bareskrim mempertanyakan surat - surat yang diterbitkan Pemohon hingga perbuatannya itu menguntungkan pihak pemberi suap, dalam hal ini Djoko Tjandra alias Joe Chan.
Perbuatan penerbitan surat - surat itu menyebabkan terhapusnya nama Djoko Tjandra alias Joe Chan dalam sistem ECS di Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) Ditjen Imigrasi.
Baca: Sidang Praperadilan Irjen Napoleon, Hakim Terima Nota Kesimpulan Kubu Pemohon dan Bareskrim Polri
Baca: Kuasa Hukum Irjen Napoleon Yakin Proses Penyidikan Bareskrim Melenceng dari KUHP dan Perkap
Bareskrim juga menemukan fakta perbuatan bahwa pada bulan April dan awal bulan Mei 2020, Tommy Sumardi --yang juga tersangka gratifikasi kasus penghapusan red notice Djoko Tjandra-- menyerahkan uang kesepakatan sebesar Rp7 miliar kepada pemohon secara bertahap dalam bentuk dollar Amerika dan dollar Singapura.
Hal itu disimpulkan berdasarkan penyesuaian antara saksi dengan saksi dan bukti surat dengan bukti surat lainnya yang saling mendukung, bersesuaian.
Napoleon dianggap telah bertindak tidak objektif dan tidak profesional dalam menjalankan tugasnya, dibuktikan pada rentang bulan April - Mei 2020 pemohon memerintahkan AKBP Thomas Arya untuk membuat beberapa produk surat berkaitan dengan red notice dan ditandatangani oleh Sekretaris NBC Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.
Atas penerbitan surat - surat tersebut, status DPO atas nama Djoko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan terhapus dari sistem imigrasi.