TRIBUNNEWS.COM - DPR mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10/2020) di tengah banyaknya suara penolakan dari berbagai elemen masyarakat sipil.
Selain dianggap banyak memuat pasal kontroversial, UU Cipta Kerja dinilai serikat buruh hanya mementingkan kepentingan investor.
Setidaknya ada 8 poin dalam Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja yang dinilai berpotensi mengancam hak-hak buruh.
Delapan poin tersebut merupakan temuan Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) berdasarkan hasil kajian FBLP setelah UU Cipta Kerja disahkan dalam Rapat Paripurna di DPR, Senin (5/10/2020).
"Setelah membaca undang-undang nir-partisipasi tersebut, kami menemukan setidaknya delapan bentuk serangan terhadap hak-hak buruh yang dilegitimasi secara hukum," ujar Ketua Umum FBLP Jumisih dalam keterangannya kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2020).
Baca: Menyoal UU Cipta Kerja, Begini Penjelasan Menaker Terkait Dihapusnya Aturan UMK
Dilansir oleh Kompas.com, berikut delapan poin dalam UU Cipta Kerja yang mendapat sorotan:
1. Masifnya kerja kontrak
Dalam Pasal 59 ayat 1 huruf b disebutkan bahwa pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Pergantian batas waktu pekerjaan yang penyelesaiannya "tiga tahun" sebagai salah satu kriteria perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) menjadi "tidak terlalu lama" bisa menyebabkan pengusaha leluasa menafsirkan frasa tersebut.