Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus penculikan dan kekerasan seksual yang dilakukan PB (39), penjual bakso kepada seorang anak perempuan penyandang disabilitas memicu kemarahan publik.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) turut mengecam keras perbuatan pelaku terhadap korban yang merupakan anak perempuan penyandang disabilitas tersebut.
“Kami melalui Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (UPT P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta telah berkoordinasi dan bekerja bersama dengan para penyidik Polda Metro Jaya dalam proses penyidikan kasus ini,” kata Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA dalam keterangannya, Rabu (7/10/2020)
Pelaku, PB, diduga telah melanggar pasal 76E tentang pencabulan dan pasal 76F tentang penculikan pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Jika terbukti melanggar pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, atau menyetubuhi anak maka pelaku dapat diancam dengan hukuman pidana tambahan.
Baca: Mengaku Dendam karena Pernah Dipukuli, Ujang Bunuh Kakaknya Seorang Penyandang Disabilitas
Baca: Terbongkarnya Penculikan Anak Berkebutuhan Khusus, Pelaku Terlibat Kasus Penggelapan Gerobak Bakso
“Jika berdasarkan hasil penyidikan, tindak kejahatan pelaku memenuhi unsur pasal 76D Undang-Undang Perlindungan Anak atau melakukan persetubuhan, maka pelaku terancam mendapat pemberatan hukuman,” lanjutnya
Nahar menambahkan bahwa saat ini korban sudah dalam proses pendampingan untuk diberikan pemulihan, baik secara fisik maupun psikologis oleh tim paralegal dan psikolog UPT P2TP2A Provinsi DKI Jakarta.
Upaya penanganan terhadap kondisi korban yakni berupa asesmen, pendampingan psikososial, dan pendampingan proses hukum, seperti penyusunan Berita Acara Perkara (BAP) dan konsultasi hukum.
Adapun rencana tindak lanjut yang akan dilakukan antara lain berupa pemeriksaan psikologi sesuai dengan permintaan penyidik yang akan dilakukan oleh tim psikolog dan melakukan visum lanjutan terhadap korban yang didampingi oleh tim terkait.
Diketahui korban merupakan anak penyandang disabilitas mental kategori ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).
Korban mengalami gangguan mental yang menyebabkan anak sulit memusatkan perhatian, serta memiliki perilaku impulsif dan hiperaktif, sehingga berdampak pada prestasi anak di sekolah.
Sebelumnya diberitakan korban diculik PB di kawasan Sunter, Jakarta Utara, kemudian berpindah ke Boyolali, Jawa Tengah, dan Jombang, Jawa Timur selama 23 hari, sejak 8-30 September 2020.
Selama disekap, korban diketahui telah mengalami kekerasan seksual yang dilakukan pelaku sebanyak 14 kali.
Kemen PPPA mengapresiasi keterlibatan masyarakat yang memungkinkan kasus ini teridentifikasi dengan cepat.
Menurut Nahar, peranan masyarakat adalah faktor kunci perlindungan bagi anak Indonesia.
“Kemen PPPA juga mengapresiasi tindakan POLRI, UPT P2TP2A atau Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) yang selalu bersinergi dan saling mendukung dalam menangani kasus-kasus yang menjerat anak di daerah,” tutupnya.