TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding yang diajukan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.
Alhasil, putusan banding PT DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang manjatuhkan vonis 7 tahun bui bagi Imam dalam kasus kasus suap terkait pengurusan proposal dana hibah KONI dan gratifikasi dari sejumlah pihak.
"Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 29 Juni 2020 Nomor 9/Pid.Sus/TPK/2020 PN Jkt.Pst," demikian bunyi amar putusan sebagaimana dikutip dari situs Direktori Putusan Mahkamah Agung, Jumat (9/10/2020).
Majelis hakim yang memutuskan terdiri dari Achmad Yusak selaku hakim ketua serta Brlafat Akbar dan Reny Halida Ilham Malik selaku hakim anggota.
Putusan tersebut dibacakan pada Kamis (8/10/2020) kemarin.
Pada pengadilan tingkat pertama, Imam Nahrawi divonis hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 3 bulan kurungan.
Baca: Imam Nahrawi Divonis 7 Tahun Penjara, KPK Ungkap Alasannya Ajukan Banding
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta saat itu juga menjatuhi hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp18.154.230.882.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding atas vonis tersebut karena dinilai belum memenuhi rasa keadilan dan besaran uang pengganti tidak sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK, yaitu 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
Selain pidana pokok di atas, hukuman pidana tambahan yang dijatuhkan hakim kepada Imam juga lebih ringan dari tuntutan JPU KPK.
Jaksa KPK sebelumnya menuntut pencabutan hak politik Imam selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok dan uang pengganti senilai Rp19.154.203.882.
Sedangkan, majelis hakim menjatuhkan hukuman pencabutan hak politik Imam selama 4 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok dan uang pengganti senilai Rp18.154.230.882.
Dalam kasus ini, Imam bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum, terbukti menerima suap sebesar Rp11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Ending Fuad Hamidy dan mantan Bendahara KONI, Johnny E Awuy.
Suap tersebut dimaksudkan agar Imam dan Ulum mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora RI untuk tahun kegiatan 2018.
Imam Nahrawi juga dinilai terbukti menerima gratifikasi senilai total Rp8.348.435.682 dari sejumlah pihak.