Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil menduga Presiden Joko Widodo mendapatkan laporan keliru soal penyebab aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.
Akibatnya Presiden Jokowi menilai aksi unjuk rasa penolakan atas UU Cipta Kerja dilatarbelakangi oleh disinformasi dan hoaks.
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), M Isnur, mengatakan pola semacam ini juga pernah terjadi ketika publik ramai-ramai menolak pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKHUP).
"Hoax ini dilakukan agar masyarakat tidak berani menyampaikan pendapatnya di muka umum dan melakukan demonstrasi," kata Isnur dalam keterangannya, Minggu (11/10/2020).
Koalisi menilai Jokowi dan DPR gagal memberikan informasi yang tepat terkait undang-undang sapu jagat itu.
Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, menuturkan kesalahan keduanya adalah tidak terbuka dan tak melibatkan ruang partisipasi publik seperti yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Saking tidak menjalankan ketentuan itu sampai hari ini naskah akademik dan UU yang disahkan tidak dapat diakses publik. Coba bayangkan menyebut orang disinformasi padahal dia sendiri yang menyembunyikan informasi," tutur Feri.
Baca: Daftar 7 Hoaks yang Dibantah di UU Cipta Kerja, Presiden Jokowi Akhirnya Rilis Pernyataan Resmi
Feri mengatakan Presiden Jokowi malah memberikan pernyataan menyesatkan dalam konferensi pers ketika menyebut aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja terjadi karena disinformasi.
Padahal di sisi lain, dikatakan Feri, naskah final UU itu hingga kini masih di Badan Legislasi DPR untuk dirapikan. Publik pun mempertanyakan naskah mana yang dirujuk Jokowi.
"Pernyataan Presiden menyesatkan dan cenderung menuding masyarakat yang salah," ujar Feri.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan, aksi unjuk rasa penolakan atas UU Cipta Kerja dilatarbelakangi oleh disinformasi dan hoaks.
"Saya melihat adanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari UU ini dan hoaks di media sosial," kata Jokowi dalam konferensi pers virtual dari Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (9/10/2020).
Jokowi lalu memaparkan sejumlah disinformasi dan hoaks soal UU Cipta Kerja sekaligus menyampaikan bantahan.
Misalnya, terkait penghapusan ketentuan soal upah minimun provinsi, upah minimum kabupaten, dan upah minimum sektoral provinsi.
Baca: Beragam Cara 5 Kepala Daerah Hadapi Demo UU Cipta Kerja: Ganjar Ajak Diskusi Pendemo, Risma Marah
"Hal ini tidak benar. Faktanya upah minimum regional tetap ada," kata Jokowi.
Kemudian soal ketentuan upah minimum dihitung per jam dan penghapusan berbagai jenis cuti, Jokowi juga menegaskan hal itu tak benar.
"Hak cuti tetap ada dan dijamin," kata Jokowi.
Namun demikian, Jokowi tidak menjelaskan secara rinci mengenai perbandingan antara ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja.