News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Alumni 212 dan FPI Gelar Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja Selasa Hari Ini

Editor: Melia Istighfaroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ribuan masa dari Persaudaraan Alumni (PA) 212 dan sejumlah ormas Islam menggelar aksi di DPR RI, Jalan Gatot Subroto, Senayan Jakarta Pusat, Rabu (24/6/2020). Masa menuntut RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) ditarik dari Prolegnas. (Warta Kota/Henry Lopulalan)

TRIBUNNEWS.COM - Telah dikonfirmasi, sejumlah organisasi masyarakat (ormas) akan mengadakan unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (13/10/2020).

Sementara, PB NU dan PP Muhammadiyah juga menolak UU Cipta Kerja.

Demo anti UU Cipta Kerja hari ini akan dilakukan sejumlah organisasi, antara lain, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, Presidium Alumni (PA) 212, hingga Front Pembela Islam (FPI).

Koordinator Lapangan Aksi, Uztaz Damai Hari Lubis, membenarkan hal tersebut.

"Ya, kami usahkan 1000 (orang yang ikut aksi) sesuai pemberitahuan kepada pihak kemanan Polri," kata Damai dikutip TribunnewsWiki.com dari TribunJakarta.com, Senin (12/10/2020).

"Selebihnya ada beberapa organisasi lain dari Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Jika yang hadir berlebih, maka di luar kendali kami," lanjutnya.

Ketua FPI, Habib Rizieq Shihab (TRIBUNJABAR/GANI KURNIAWAN)

Dia melanjutkan, massa aksi ini akan mengikuti protokol Covid-19.

"Kami ikuti protokol kesehatan. Kami kan cuma seribu. Iya, aman-aman saja tuh," jelasnya.

Halaman selengkapnya >>>

Dalam poster resmi yang dibagikan di akun HRS Center, aksi akan dilakukan serempak di seluruh Indonesia pada 13 Oktober.

Gabungan aliansi menamakan diri sebagai Aliansi Nasional Anti Komunis (Anak NKRI).

Sementara, di Jakarta, aksi akan dipusatkan di Istana Negara mulai pukul 13.00.

"Mengamati perkembangan politik, hukum, yang semakin menjauh dari cita-cita nasional sebagaimana yang tercantum dalam mukadimah UUD 1945," ujar Slamet Maarif mewakili aliansi.

"Rezim lebih mengutamakan kepentingan geo-politik RRC dengan tetap mendatangkan tenaga asing yang berpaham komunis, tetap menggelar pilkada di tengah ancaman Covid-19 demi politik dinasti.

Di sisi lain, tindakan penyalagunakan kekuasaan, persekusi, intimidasi dan kriminalisasi masih terus berlangsung," imbuhnya.

Seiring dengan itu, sebutnya, pemerintah mengajukan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang kini disahkan menjadi undang-undang.

PBNU Tolak UU Cipta Kerja

Sikap PBNU sendiri menolak terhadap pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan akan melakukan uji materi atau judicial review Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Nahdlatul Ulama membersamai pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi," kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dalam keterangan tertulis. 

Kiai Said juga menegaskan NU menolak UU Cipta Kerja yang baru disahkan Senin (5/10) lalu.

Menurutnya, UU tersebut jelas merugikan rakyat kecil dan menguntungkan kapitalis.

Said menyoroti keberadaan pasal pendidikan yang termaktub dalam UU Ciptaker.

Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 26 poin K yang memasukkan entitas pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha.

Kemudian Pasal 65 yang menjelaskan pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU Ciptaker itu.

Said menegaskan bahwa lembaga pendidikan bukanlah sebuah perusahaan. Ia menilai pasal tersebut dapat melahirkan potensi pendidikan yang disulap sebagai sebuah entitas untuk mencari untung atau komersil.

Said juga menyoroti sistem kontrak kerja yang selama ini menjadi momok menakutkan bagi para buruh atau pekerja. Ia mengaku cukup memahami aspirasi dan penolakan dari buruh terkait hal itu.

Said memahami pengurangan komponen hak-hak pekerja seperti uang pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian mungkin menyenangkan investor. Namun, di sisi lain merugikan jaminan hidup laik bagi kaum buruh dan pekerja.

Lebih lanjut, Said juga menyinggung soal sertifikasi halal.

Menurutnya, dalam Pasal 48 UU Cipta Kerja telah mengubah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Hal tersebut dinilai mengokohkan pemusatan dan monopoli fakta kepada satu lembaga saja.

"Semangat UU Ciptaker adalah sentralisasi, termasuk dalam sertifikat halal," kata dia.

Menurut Said, sentralisasi dan monopoli fatwa di tengah antusiasme syariah yang tumbuh dapat menimbulkan kelebihan beban yang mengganggu keberhasilan program sertifikasi.

Selain itu, kata Said, UU Cipta Kerja itu juga akan mengokohkan paradigma bias industri dalam proses sertifikasi halal, karena kualifikasi auditor sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 14 adalah sarjana bidang pangan kimia, biokimia, teknik industri, biologi, farmasi, kedokteran, tata boga atau pertanian.

Maka dari itu, Said meminta warga NU harus memiliki sikap yang tegas dalam menilai UU Cipta Kerja. Ia menegaskan kepentingan rakyat kecil tetap harus diperjuangkan.

Sikap PP Muhammadiyah

Organisasi Islam lainnya, Muhammadiyah, juga menolak UU Cipta Kerja.

PP Muhammadiyah menegaskan, sejak awal Muhammadiyah meminta agar pemerintah membatalkan pembahasan omnibus law undang-undang cipta kerja.

Muhammadiyah beralasan, bangsa sedang menghadapi masa pandemi Covid-19, serta banyaknya pasal yang kontroversial di masyarakat

"RUU tidak mendapatkan tanggapan luas dari masyarakat, padahal seharusnya sesuai UU, setiap RUU harus mendapatkan masukan dari masyarakat. Tetapi, DPR jalan terus. UU Omnibus tetap disahkan," jelas Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam keterangannya yang diterima, Rabu (7/10/2020).

PP Muhammadiyah pun meminta semua pihak untuk menahan diri dalam polemik pengesahan omnibus law undang-undang cipta kerja.

Mu'ti melanjutkan, jika keberatan masyarakat lebih baik menggugat pemerintah ke Mahkamah Konstitusi (MK) daripada melakukan demo di jalan.

"Sebaiknya semua elemen masyarakat dapat menahan diri dan menerima keputusan DPR sebagai sebuah realitas politik," katanya.

"Kalau memang terdapat keberatan terhadap UU atau materi dalam UU dapat melakukan judicial review. Demo dan unjuk rasa tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan menimbulkan masalah baru," kata dia.

Mu'ti menuturkan, sebelumnya usul Muhammadiyah dan beberapa organisasi yang mengelola pendidikan telah diakomodir oleh DPR.

Lima UU yang terkait dengan pendidikan sudah dikeluarkan dari Omnibus Cipta Kerja.

"Tetapi masih ada pasal terkait dengan perijinan yang masuk dalam Omnibus Cipta Kerja. Memang soal ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Karena itu, Muhammadiyah akan wait and see bagaimana isi Peraturan Pemerintah," ungkapnya.

Mengundang Demonstrasi

UU Cipta Kerja atau Omnibus Law mengundang demonstrasi besar-besaran. 

Demonstrasi tersebut dilakukan mahasiswa, buruh, dan aktivis di hampir seluruh kota di Indonesia.

Bagaimanapun, pemerintah menganggap, UU Cipta Kerja merupakan salah satu solusi masalah bangsa saat ini.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian, misalnya, menilai Omnibus Law Undang-Undang (UU) tentang Cipta Kerja, akan memotong dan menyederhanakan prosedur berusaha di daerah.

Mendagri menyampaikan, setelah disahkannya UU tersebut, akan segera diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang berisi inventarisasi dan identifikasi terhadap jenis-jenis usaha yang prosedurnya mesti disederhanakan.

“Sehingga anak-anak muda kita, masyarakat kita, kelas menengah bawah terutama, mereka mau buka warung, restoran, mau buka usaha-usaha tadi termasuk usaha kreatif itu menjadi lebih mudah,” ujar Mendagri.(*)

Perkembangan Berita UU Cipta Kerja

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini