News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Dugaan Pasal Selundupan di UU Cipta Kerja yang Dibawa ke Istana dan Rasa Was-was Buruh Gugat ke MK

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Polisi menembakkan gas air mata ke arah massa aksi saat demonstrasi di Gambir, Jakarta, Selasa (13/10/2020). Demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja berakhir ricuh. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

"Undang-undang yang baru saya mendapat masukan bahwa hasil MK itu bisa diabaikan oleh pemerintah. Pemerintah bisa mengabaikan MK, hasil keputusan MK gitu."

"Maka kita akan cobal mempelajari dulu undang-undang MK tentang kemungkinannya. Kita juga harus review semua dan apakah efektif ke MK," sambungnya.

Selain persiapan ke Mahkamah Konstitusi, para buruh juga menyiapkan sejumlah agenda lanjutan penolakan UU Cipta Kerja, seperti kembali berunjuk rasa, atau melalui eksekutif dan legislatif review.

"Jadi begini, kita akan melakukan semua gerakan atau antisipasi atau apapun yang semuanya sesuai undang-undang, mulai aksi unjuk rasa, kemudian ada eksektuif review, ada legislatif review, juga menurut pakar hukum termasuk judicial review," jelas Arif.

DPP Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (DPP FSPS) secara resmi menggugat UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal yang menyinggung ketenagakerjaan.

Dilansir dari website resmi MK, dalam permohonannya, DPP FSPS meminta UU Cipta Kerja yang mengatur hak-hak buruh yang merugikan buruh untuk dihapus. Hak yang dimaksud diminta agar dimaknai:

1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.

2. Biaya pulang untuk buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja.

3. Penggangian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15 persen dari
uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.

4. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Mereka juga meminta upah minimun memperhatikan variabel pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Ikut menggugat pula karyawan kontrak Dewa Putu Riza dan freelance Ayu Putri.

"Dengan diberlakukannya UU Cipta Kerja yang meniadakan batas waktu PKWT telah menghalangi pekerja kontrak untuk dapat menjadi pekerja tetap yang berhak atas pesangon, dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak," ujar Dewa dan Ayu yang memberikan kuasa kepada Seira Herlambang dan Zico Simanjuntak.

Legislative Review

Presiden KSPI Said Iqbal masih berharap agar UU Cipta Kerja dibatalkan oleh Presiden RI Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini