TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengirimkan naskah final Undang-Undang (UU) Cipta Kerja ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari ini, Rabu (14/10/2020).
UU ini menjadi kontroversi karena jumlah halaman yang terus berubah-ubah sejak disebutkan telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Senin awal pekan lalu.
Dalam konferensi pers dengan media, Selasa (13/10/2020) kemarin, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin memastikan tidak ada pasal selundupan setelah RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR, 5 oktober lalu.
"Saya jamin sesuai sumpah jabatan saya dan seluruh rekan rekan disini, tentu kami tidak berani dan tidak akan memasukkan selundupan pasal karena itu merupakan tindak pidana apabila ada selundupan pasal," kata Azis.
Azis mengatakan, DPR memiliki batas waktu tujuh hari kerja untuk mengirimkan naskah UU Cipta Kerja kepada Presiden setelah rapat paripurna tersebut. Batas hari tersebut akan masuk pada 14 Oktober 2020.
"Dalam rangka menyiapkan lampiran-lampiran yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja ini untuk menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam proses pengiriman berkas UU Cipta Kerja ini kepada pemerintah yang jatuh waktu temponya adalah 14 Oktober 2020," kata Azis.
Azis juga mengklarifikasi soal jumlah halaman draf UU Cipta Kerja. Azis memastikan, di UU Cipta Kerja terdapat 812 halaman.
Azis menyebut perbedaan halaman ini karena penggunaan kertas. Saat di Badan Legislasi menggunakan kertas biasa. Sedanglan saat masuk ke tingkat II diubah menggunakan legal paper.
"Sehingga besar dan tipisnya yang berkembang ada yang seribu sekian, ada yang tiba-tiba 900 sekian," ujarnya.
Baca juga: AHY Dituduh Dalang Aksi Tolak UU Cipta Kerja, Itu Menyerang Saya dan Partai Demokrat
"Tapi setelah dilakukan pengetikan secara final berdasarkan legal drafter yang ditentukan Kesekjenan (DPR) melalui mekanisme total jumlah pasal dan kertas hanya sebesar 812 halaman, berikut UU dan penjelasannya," kata dia.
Ketua Umum Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) Arif Minardi mengaku was-was, jika harus memperjuangkan Undang-undang Cipta Kerja melalui jalur uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Menaker Ida: UU Cipta Kerja Bentuk Solidaritas bagi Usaha Kecil
"Katakanlah kami juga was-was di MK itu. Terus terang sajalah bahwa kami curiga bahwa MK tidak netral," kata Arif dalam konferensi pers secara virtual, Senin (12/10/2020).
Meski demikian, tidak menutup kemungkinan, ujar Arif, federasi buruh mengajukan judicial review. Namun ia memastikan, pihaknya akan lebih dahulu mempelajari undang-undang yang baru terkait Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Relawan Muhammadiyah Ditabrak Motor dan Dipukuli Oknum Polisi Saat Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja
"Tentang khusus judicial review. Pertama, kami akan mempelajari dulu tentang undang-undang yang baru tentang MK. Karena, undang-undang yang lama sebelumnya direvisi," ujarnya.