TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin hari ini tepat satu tahun dilantik sebagai pimpinan nomor satu dan dua di pemerintahan.
Pada tahun ini, Jokowi dan Ma'ruf Amin pun meluncurkan program peningkatan kompetensi kerja untuk mengatasi pengangguran, yakni Program Kartu Prakerja.
Program ini sendiri sempat digaung-gaungkan Jokowi semasa dirinya menjalani masa kampanye tahun lalu.
Baca juga: Lebih dari 300 Ribu Peserta Dicabut, Apakah Kartu Prakerja Gelombang 11 Dibuka? Ini Penjelasannya
Baca juga: UPDATE Info Terbaru Kartu Prakerja Gelombang 11, Pendaftaran Hanya di Situs Resmi www.prakerja.go.id
Program tersebut pun telah menunai kontroversi sejak masa kampanye, hingga akhirnya diimplementasikan pada awal pertengahan tahun ini.
Kontroversinya terletak pada janji Jokowi bahwa pemegang kartu tersebut akan menerima gaji selama belum mendapat pekerjaan, serta dinilai membebani APBN.
Namun setelah itu, Jokowi menegaskan bahwa program kartu pra kerja bukan menggaji pengangguran.
Adapun dalam proses pelaksanaannya, program Kartu Prakerja pun disorot oleh berbagai pihak, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Komisi Antirasuah menilai ada beberapa penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan program Kartu Prakerja.
Berikut rangkuran kontroversi pelaksanaan program Kartu Prakerja seperti dikutip Kompas.com.
1. Dianggap menggaji pengangguran
Di masa kampanye, program Jokowi ini kerap mendapat kritikan terutama dari oposisi.
Kontroversinya terletak pada janji Jokowi bahwa pemegang kartu tersebut akan menerima gaji selama belum mendapat pekerjaan.
Janji Jokowi itu langsung dikritik sana-sini. Pendukung lawan politiknya dalam Pemilihan Presiden 2019 langsung angkat suara.
Juru Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Ledia Hanifa menilai, program tersebut bisa membuat ketergantungan karena pemegang kartu tetap digaji meskipun belum mendapat pekerjaan.