News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Setahun Pemerintahan Jokowi

Setahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Pakar: Gejolak Sosial Tak Lepas Dari Permainan Politik

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke arah massa aksi saat demonstrasi di Gambir, Jakarta, Selasa (13/10/2020). Demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja berakhir ricuh. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar politik sekaligus Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens memberikan perspektif bidang sosial dan penegakan hukum di setahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Menurut Boni, gejolak sosial di akar rumput tidak terlepas dari permainan politik. Boni menilai, mereka yang tidak menyukai pemerintah ingin mengali di air keruh dengan mengadu domba masyarakat dengan hoaks dan hasutan kebencian yang bernada SARA.

Penolakan pembangunan mesjid di Minahasa, protes renovasi gereja di Karimun, dan yang terbaru penolakan pembangunan sekolah Katolik di Bekasi adalah deretan contoh gejolak sosial di tengah masyarakat yang berkelindan dengan permainan politik.

Baca juga: 33 Orang Diduga Kelompok Anarko Diamankan Polisi Saat Demo UU Cipta Kerja di Patung Kuda

"Ormas garis keras yang mempelopori berbagai aksi penolakan pembangunan rumah ibadah sebetulnya alat politik yang berorientasi pada uang dan kekuasaan," kata Boni saat dihubungi Tribunnews, Selasa (20/10/2020).

Meski begitu, Boni mengatakan inilah tantangan yang terus dihadapi pemerintahan Presiden Jokowi.

Proyek deradikalisasi tidak akan berhasil kalau tidak disertai komitmen partai politik untuk turut serta dalam aksi melawan praktek intoleransi.

Politisasi simbol agama masih menjadi modal politik bagi partai tertentu.

Baca juga: Tokoh KAMI Ahmad Yani Mengaku Nyaris Ditangkap Polisi

"Inilah tantangan terbesarnya," imbuhnya.

Terlepas dari itu, kata Boni, negara harus lebih kuat dari kelompok manapun. Komitmen pemerintahan Jokowi cukup kuat dalam hal toleransi, tetapi raja-raja kecil di daerah dalam era otonomi daerah ini masih belum bisa bersinergi dengan pemerintah pusat dalam hal perang terhadap radikalisme keagamaan.

Bahkan banyak bupati, walikota, dan gubernur yang justru menjadi pelindung bagi kelompok radikal.

Baca juga: Prabowo Tanggapi Rusuh Demo Tolak UU Cipta Kerja, Yakin Dibiayai Asing, Sebut Ada Hoaks Beredar

Penegakan hukum adalah pilihan terakhir. Tetapi kepolisian tidak bisa sendirian.

Selama ini, sudah ada ada koordinasi dan dukungan dari tentara (TNI) dan komunitas intelijen.

BIN di bawah kepemimpinan Jenderal (Pol) Budi Gunawan bekerja keras dan menjadi yang terdepan dalam perang melawan radikalisme di segala tingkatan.

Namun, tanpa pembersihan politik di tubuh partai dan pemerintah daerah, praktek intoleransi akan terus menjadi tantangan dan berpotensi merusak tatanan demokrasi Pancasila.

"Partai-partai politik dalam mengusung para kandidat kepala daerah harus mempertimbangkan betul ideologi politik mereka. Jangan sampai mengusung anak macan yang di masa depan justru menghancurkan Pancasila dan Indonesia," jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini