Kedepan, kata Huda, Kemendikbud harus memperbaiki sektor komunikasi publik.
Dalam satu tahun terakhir menurutnya muncul banyak kegaduhan akibat ketidakmampuan Kemendikbud dalam mengelola komunikasi publik ini.
Kegaduhan Program Organisasi Penggerak (POP) menjadi contoh kongkret betapa buruknya komunikasi publik Kemendikbud.
Turunan program merdeka belajar ini ternyata menimbulkan polemik berkepanjangan di mana banyak elemen masyarakat yang protes terkait ketidakjelasan mekanisme rekruitmen dan indikator entitas Pendidikan yang masuk POP.
Akhirnya program POP tersebut harus ditunda. Selain itu juga publik juga digaduhkan dengan kebijakan Kemendikbud dalam mengandeng Netflix, jargon Merdeka Belajar yang ternyata merk swasta, dan somasi pemilik film yang karyanya digunakan untuk materi Belajar dari rumah.
“Menurut kami kegaduhan-kegaduhan ini muncul akibat kurang bagusnya Kemendikbud dalam mengelola komunikasi mereka. Oleh karena itu kedepan kami meminta agar hal tersebut bisa diperbaiki sehingga kerja besar Pendidikan tidak tersandera oleh hal-hal kecil yang bisa diselesaikan dengan komunikasi yang baik,” katanya.
Perbaikan komunikasi tersebut, lanjut Huda juga harus dilakukan khususnya untuk wacana perbaikan kurikulum Pendidikan di tanah air.
Menurutnya perbaikan kurikulum merupakan kerja besar yang harus dikaji secara matang dengan mempertimbangkan pandangan dari banyak kalangan.
Jangan sampai publik kembali dikejutkan dengan bocornya rencana penghapusan mata pelajaran agama yang hendak digabung dengan mata pelajara moral-Pancasila, atau kebijakan menjadikan pelajaran sejaran sebagai mata pelajaran pilihan.
“Kami berharap khusus untuk kurikulum ini Kemendikbud harus benar-benar hati-hati karena perubahan kurikulum akan berdampak besar pada wajah Pendidikan di tanah air. Oleh karena itu rencana tersebut harus dikomunikasikan secara baik dengan para pemangku kepentingan Pendidikan di Indonesia,” pungkasnya.