TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Heru Hidayat mengaku jumlah karyawan yang bekerja di perusahaan-perusahaan yang dirintisnya hanya tersisa 1.000 orang dari 10000 orang lantaran adanya perkara PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Hal itu ditegaskan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk. itu dalam pledoionya yang dibacakan dalam lanjutan persidangan Perkara Pidana Tindak Pidana Korupsi Nomor : 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst. di PN Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2020).
“Seluruh karyawan saya yang saat ini hanya tersisa 1.000 orang dari 10.000 orang akibat adanya perkara ini,” jelasnya dalam pleidoi.
Heru pun mengaku terus memikirkan nasib karyawannya setelah dia dituntut hukuman seumur hidup dan penyitaan seluruh asetnya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Mendengar tuntutan itu, Heru mengaku tidak memikirkan dirinya, melainkan bagaimana nasib keluarga dan seluruh karyawannya.
Baca juga: Kejagung Periksa 11 Saksi Terkait Kasus Jiwasraya
Dia pun mengaku terus memikirkan nasib 9.000 mantan karyawannya beserta keluarganya yang saat ini tidak memiliki pekerjaan.
“Sebagai pengusaha, saya adalah kepala dan pemimpin bagi 10.000 lebih karyawan ketika itu, 10.000 karyawan yang berpegang dan menggantungkan hidupnya dan keluarganya kepada saya,” sebutnya dalam pleidoi.
Heru Hidayat menilai hukuman seumur hidup dan penyitaan aset yang dituntutkan oleh JPU kepadanya dalam perkara itu bagaikan hukuman mati.
“Saya mendengarkan pembacaan tuntutan pada diri saya, seumur hidup dan seluruh aset saya dirampas, tuntutan yang bagaikan hukuman mati bagi saya, sebab saya dituntut untuk menjalani hidup di penjara sampai mati dan seluruh hasil kerja keras saya selama saya hidup dirampas. Mendengar tuntutan tersebut saya bagaikan penjahat hina yang tidak pantas mendapatkan kesempatan kedua. Apakah saya memang terbukti telah melakukan kejahatan yang pantas dituntut seperti ini ? Apakah saya pantas mendapatkan tuntutan seperti ini ? Apakah Saya layak mendapatkan perlakuan seperti ini?” tegasnya.
Pembacaan tuntutan seumur hidup itu, kata Heru, menjadi lanjutan, mimpi buruk yang dialaminya ketika pertama kali dipanggil Kejaksaan Agung untuk diperiksa pada 14 Januari 2020.
Dia mengaku tak akan melupakan hari itu.
Apalagi, ketika diperiksa, dia mengaku seketika dijadikan tersangka dan ditahan hingga saat ini meringkuk dalam bui.
“Hari yang bagaikan mimpi buruk yang tak usai-usai sampai saat ini. Saya merasa terjatuh dan sangat terpuruk, sebab saya tidak tahu kenapa Saya bisa jadi Tersangka,” terangnya.
Dalam pleidoi itu, Heru bahkan mengaku sampai didakwa dan dituntut pun dia tidak mengerti sama sekali isi dakwaan dan tuntutan, serta alasan dia menjadi terdakwa dalam perkara ini.