Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menilai yang penting bukan mempersoalkan resesi atau tidak, tapi bagaimana respons kebijakan pemerintah dan juga arah kebijakannya.
"Menurut kami, apa yang dilakukan pemerintah dan apa yang sudah dikerjakan, sudah berada di jalur yang benar, sehingga kita tinggal melakukan fokus dan akselerasi," kata Yustinus dalam polemik MNC Trijaya bertajuk 'Efek Resesi di Tengah Pandemi', Sabtu (7/11/2020).
Baca juga: Resesi di Tengah Pandemi, F-PKS Minta Pemerintah Tak Hanya Sekedar Jaga Daya Beli Masyarakat
Baca juga: Faktor Resesi Tahun Ini Dibanding 1998 Berbeda, Ekonom UI: Tak Selamanya Resesi Berujung Krisis
Yustinus mencatat beberapa indikator penting di kuartal III mengalami petumbuhan yang signifikan.
"Dan yang menarik kalau dibandingkan dengan kuartal III tahun lalu itu tumbuh positif. Ini juga kabar baik. Birokrasi juga bisa bekerja efektif dan efisien, dengan terbukti belanja pemerintah tumbuh 9,8 persen," katanya.
Diharapkan Yustinus, pada kuartal IV akan menjadi prakondisi untuk gambaran perekonomian Indonesia pada tahun depan.
"Saya ingin menggarisbawahi bahwa ini kali pertama pemerintah menjadi penyangga utama perekonomian ketika market begitu lumpuh dan warga menghadapi tekanan luar biasa," katanya.
Dirinya memberi contoh dengan alokasi stimulus penanganan Covid-19 mencapai 4,2 persen dari PDB dan ini diklaim Yustinus sebagai nilai besar pertama.
"Kita harus menpertahankan modal ini karena ini penting penataan ke depan dengan government yang semakin responsif, menjadi akselerator, nanti private sector tumbuh dan warga juga pulih dari sisi income. Kita bisa berharap bisa melewati pandemi, tetap faktor kesehatan yang terdepan," tandas Yustinus.
Sebelumnya diberitakan, kabar terbaru datang dari kondisi perekonomian Negara Indonesia. Kini Indonesia resmi mengalami resesi ekonomi.
Hal ini terkait laporan Badan Pusat Statistik (BPS) soal pertumbuhan ekonomi RI yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) terkontraksi minus 3,49 persen di kuartal III 2020 (year on year/yoy).