TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) memiliki manfaat menciptakan pelaku usaha baru di kalangan mahasiswa.
Mengingat, saat ini para pelaku usaha dari kalangan mahasiswa masih sangat minim.
Berdasarkan survei pada 2015, ada sekitar 5,7 juta mahasiswa D3 dan S1.
Dari jumlah tersebut hanya 3% saja yang berkeinginan menjadi pengusaha ketika lulus.
Sementara, 83% memiliki kecenderungan menjadi karyawan, dan 14% ingin menjadi politisi dan bergabung dengan LSM.
Baca juga: Target Investasi Meleset, Presiden Tegur Luhut dan Bahlil
Menurut Bahlil, alasan kecilnya minat mahasiswa menjadi pengusaha adalah karena perizinan yang begitu sulit.
Sebab itu, UU Cipta Kerja memberikan ruang kepada mahasiwa menjadi pelaku usaha.
“Kenapa tidak bisa jadi pengusaha karena jujur izinnya susah, kalau bukan anaknya pejabat susah untuk jadi pengusaha dari daerah. UU ini memberikan ruang yang cukup bagi teman-teman mahasiswa yang mau jadi kuliah jadi pengusaha,” ujar Bahlil dalam pernyataannya, Sabtu(7/11/2020).
Bagi mahasiswa yang ingin menjadi pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) akan dimanjakan dengan kemudahan.
Karena perizinan untuk mendirikan usaha UMKM sangat mudah.
Sebelum adanya UU Cipta Kerja, perizinan untuk UMKM membutuhkan biaya mahal dan prosedur berlibet.
Sebagai gambaran, untuk mendapatkan izin, pelaku UMKM harus membayar uang sekitar Rp7 juta.
"Izin UMKM kalau bikin perusahaan dengan izin-izinnya minimal 7 juta. Di saat bersamaan selalu dijadikan komoditas politik setiap pemilihan, tapi jujur saya katakan kita belum berpihak kepada UMKM. Dengan UU ini, cukup dengan satu lembar, biayanya sangat murah,” kata Bahlil.
Baca juga: Bahlil: 35 Investor Asing Penolak UU Cipta Kerja Tidak Masuk Lewat Pintu BKPM dan BEI
Selain itu, mahasiswa yang ingin mendirikan UMKM akan mendapatkan akses perbankan.
Sebagai gambaran, saat ini total kredit yang diberikan perbankan adalah Rp6.000 triliun.
Dari jumlah tersebut ada sekitar 18,7% atau setara Rp1.127 triliun pelaku UMKM yang mendapatkan akses kredit perbankan.
“Kenapa? Karena mereka bukan UMKM formal alias informal modal UMKM minimal Rp5 juta izinnya Rp7 juta. Ini tidak adil. Makanya UU ini diberikan ruang sebesar-besarnya untuk UMKM,” ujarnya.
Selain itu, para pelaku UMKM juga akan dibantu naik kelas lewat UU Cipta Kerja ini.
Karena para pelaku UMKM akan memiliki partner perusahaan besar baik dari dalam maupun luar negeri.
“Di UU Cipta Kerja di pasal 77, UMKM asing tidak boleh masuk, tidak boleh sahamnya diambil asing, tetapi dalam UU itu wajib perusahaan besar baik asing maupun dalam negeri berpartner dengan pengusaha-pengusaha UMKM atau nasional yang ada di daerah,” kata Bahlil.
“Tahu enggak 60% kontribusi pertumbuhan ekonomi kita itu dari UMKM. Jumlah unit usahanya 64,217 juta, 99,7% dari total unit usaha. Apa yang terjadi, kontribusi terhadap lapangan pekerjaan 120 juta dari total 133 juta angkatan kerja,” kata Bahlil.(Willy Widianto)