Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang pemeriksaan saksi kasus penghapusan red notice mengungkap komunikasi antara Brigjen Pol Prasetijo Utomo dan Tommy Sumardi.
Supiadi anggota Polri dari Polda Metro Jaya dalam persidangan mengungkap perbincangan keduanya terkait penerimaan sejumlah uang.
Supiadi mengungkap pertemuan antara Nurdin selaku kurir Djoko Tjandra danTommy Sumardi berlangsung di restoran Meradelima pada 27 April 2020.
Saat itu, Nurdin menyerahkan amplop kepada Tommy Sumardi.
Baca juga: Brigjen Prasetijo Perintahkan Anak Buah Bakar Surat Jalan Djoko Tjandra Usai Dipanggil Kabareskrim
"Setelah sampai Pak Nurdin sampaikan, kemudian kaca belakang dibuka. Setelah itu ngobrol, lalu menyerahkan sesuatu. Amplop berwarna cokelat," ujar Supiadi saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (10/11/2020).
Setelah menerima amplop tersebut, mobil yang ditumpangi Supiadi dan Tommy Sumardi melaju menuju ke Gedung Bareskrim Polri untuk menjemput seseorang.
Setelah itu, mereka bergegas ke gedung Trans-National Crime Centre (TNCC) Mabes Polri.
"Setelah sampai parkiran mobil, ada yang masuk. Awalnya enggak tahu (siapa), sekarang tahu, Pak Brigjen Pol Prasetijo," ujar Supiadi.
Baca juga: Anak Buah Brigjen Prasetijo Utomo Ungkap Detik-detik Bakar Dokumen Surat Jalan Palsu Djoko Tjandra
Setibanya di gedung TNCC Mabes Polri, Supiadi mendengar percakapan antara Tommy Sumardi dengan Brigjen Pol Prasetijo Utomo.
"Setelah saya ingat-ingat apa yang terjadi di dalam mobil, saya sedikit dengar percakapan. Yang saya ingat sekali itu, 'kok dua ikat'. Itu yang diucapkan Brigjen Prasetijo," ucap Supiadi sambil menirukan kalimat Prasetijo saat itu.
Tommy dan Prasetijo pun menuju gedung TNCC Mabes Polri.
Pertemuan Tommy dan Prasetijo itu, kata Supiadi, berlangsung selama 1 jam.
Baca juga: Anak Buah Brigjen Prasetijo Utomo Bakal Bersaksi di Sidang Perkara Surat Jalan Palsu Djoko Tjandra
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Pengusaha Tommy Sumardi menjadi perantara suap terhadap kepada Irjen Napoleon Bonaparte sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS, serta kepada Brigjen Prasetijo Utomo senilai 150 ribu dolar AS.