Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud telah merampungkan evaluasi terhadap Program Organisasi Penggerak yang Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK).
Inspektur Jenderal Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang mengatakan Ditjen GTK telah menindaklanjuti hasil temuan dari pihak Itjen.
Sehingga Program Organisasi Penggerak dapat kembali dilaksanakan.
"Dari surat korespondensi internal yang beredar, saran dan rekomendasi yang disampaikan Itjen dan BPKP kepada Ditjen GTK telah ditindaklanjuti dan terpenuhi. Hasilnya, POP dapat dilanjutkan," ujar Chatarina kepada Tribunnews.com, Jumat (13/11/2020).
Baca juga: Inspektorat Jenderal Kemendikbud Beri 13 Catatan untuk Program Organisasi Penggerak
Chatarin mengatakan Itjen Kemendikbud bakal melakukan pendampingan terhadap program ini.
Pendampingan ini dilakukan agar Program Organisasi Penggerak dapat dijalankan tepat sasaran.
"Dalam pelaksanaan POP, Itjen akan mendampingi GTK dalam melakukan pengawasan internal agar POP tepat sasaran sesuai dengan peraturan yang berlaku," ucap Chatarina.
Baca juga: Pendaftaran Program Guru Penggerak Kemendikbud Angkatan 2 Diperpanjang, Ini Linknya!
Seperti diketahui, PGRI, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (NU) sempat menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak yang diluncurkan Kemendikbud.
Mereka mengkritik tidak jelasnya klasifikasi organisasi yang mendapatkan bantuan dana Program Organisasi Penggerak.
Serta kejanggalan dalam proses verifikasi.
Beri 13 CatatanÂ
Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud melakukan reviu terhadap Program Organisasi Penggerak yang dimotori Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK).
Hasil reviu Program Organisasi Penggerak diketahui melalui surat Itjen Kemendikbud tertanggal 25 September 2020 dan bernomor 6876/G.64/W5/2020 yang ditandatang Inspektur Jenderal Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang.
Itjen Kemendikbud melakukan reviu program ini bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Baca juga: Diikuti 120 Mahasiswa Kedokteran, Kemendikbud Gelar Medical Online ChampionshipÂ
"Kemendikbud bersama BPKP melakukan reviu terhadap Program Organisasi Penggerak sebagaimana yang telah disampaikan Kemendikbud kepada publik," ujar Chatarina saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Jumat (13/11/2020).
Dalam hasil reviunya, Itjen Kemendikbud menyoroti pemilihan organisasi masyarakat pelaksana swakelola (SMERU) yang dinilai tidak sesuai dengan prosedur Pengadaan Barang dan Jasa.
Dalam kesimpulannya, Itjen Kemendikbud menyebut Yayasan SMERU sebagai pelaksana swakelola tidak memenuhi persyaratan mengenai laporan keuangan audited.
Baca juga: Kemendikbud: Lulusan SMA yang Diserap Perguruan Tinggi Baru 38 Persen
Selain itu, Itjen Kemendikbud menemukan dugaan konflik kepentingan pada tim pengawas yang berkaitan dengan jabatan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
"Tim Pengawas swakelola memiliki conflict of interest berkaitan dengan jabatannya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)," sebut Chatarina dalam suratnya.
Berikut hasil kesimpulan dari reviu Itjen Kemendikbud:
1. Pemilihan organisasi masyarakat pelaksana swakelola (SMERU) tidak sesuai dengan prosedur Pengadaan Barang dan Jasa.
2. Yayasan SMERU sebagai pelaksana swakelola tidak memenuhi persyaratan mengenai laporan keuangan audited.
Baca juga: Kemendikbud Gelontorkan Insentif Rp500 Miliar ke Kampus Negeri dan Swasta Lewat Competitive Fund
3. Tim Persiapan tidak menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang diwajibkan salam Surat Keputusan Tim Persiapan.
4. Tim Pengawas swakelola memiliki conflict of interest berkaitan dengan jabatannya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
5. Perbedaan kriteria dan istilah dalam penentuan kategori proposal, antara yang dipublikasikan dengan yang ada pada Peraturan Sekretaris Jenderal (Persesjen Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pedoman Program Organisasi Penggerak untuk Peningkatan Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan).
6. Indikator penilaian proposal tidak sesuai dengan kriteria kategori Organisasi Masyarakat penerima bantuan POP.
7. Kurangnya independensi tim evaluasi teknis substansi.
8. Sebagai kriteria penilaian evaluasi teknis substantif memiliki sifat bias (prasangka) yang tinggi.
9. Bobot penilaian kategori Gajah dan Kijang tidak sesuai dengan persyaratan program.
10. Hasil penilaian beberapa proposal yang menjadi atensi publik dinilai lemah.
11. Rasio guru dan tenaga kependidikan per sekolah dari proposal yang lolos verifikasi belum ideal.
12. Adanya risiko pencapaian tujuan POP.
13. Ditjen GTK juga tidak memberitahukan adanya koreksi (penurunan) kategori atas 13 proposal pasa saat pengumuman hasil evaluasi.