TRIBUNNEWS.COM - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkunham), Yasonna Laoly berpandapat RUU Larangan Minuman Beralkohol tidak perlu ditanggapi berlebihan.
RUU Larangan Minuman Beralkohol atau Minol, kini masuk ke pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Terkait hal itu, Yasonna menilai RUU Larangan Minuman Beralkohol masih belum resmi menjadi usul inisiatif DPR.
Dikutip dari laman Kompas, Yasonna menyebut RUU ini masih sebatas pembahasan dan masih perlu kajian.
Maka dari itu, ia meminta masyarakat tidak perlu merespons secara berlebihan.
"RUU ini juga belum resmi sebagai usul inisiatif DPR, masih sebatas rencana yang diajukan ke Baleg."
"Karenanya, saya berharap tidak perlu ada polemik berlebihan terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol ini di tengah masyarakat," kata Yasonna.
Yasonna menuturkan, RUU Larangan Minuman Beralkohol merupakan usulan dari beberapa anggota DPR dan masih dalam pembahasan.
Ia menyebut, proses serta kajiannya masih panjang sebelum DPR memutuskan apakah RUU itu akan dilanjutkan atau tidak.
Pemerintah, kata Yasonna, juga belum membahas kemungkinan memasukkan RUU Larangan Minuman Beralkohol ke Program Legislasi Nasional 2021 karena RUU itu belum resmi menjadi usul DPR.
"Kami mendengar Badan Legislasi DPR sendiri belum satu bahasa terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol ini."
"Karenanya, Pemerintah masih dalam posisi melihat dulu bagaimana perkembangannya," kata Yasonna.
Sebelumnya, Markas Besar Kepolisian RI menyampaikan banyak tindak pidana yang dipicu akibat minuman beralkohol.
Hal tersebut menanggapi adanya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Minuman Beralkohol.
RUU Larangan Minuman Beralkohol kini masuk ke Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Berdasarkan data yang dihimpun Polri, ada 223 kasus tindak pidana yang dilatarbelakangi minuman keras.
Mayoritasnya, kasus tindak pidana pemerkosaan.
"Data yang kami himpun dari Biro Opsnal, perkara pidana karena miras selama tiga tahun terakhir mulai tahun 2018 sampai 2020 sebanyak 223 kasus."
"Kasus ini biasanya misalnya kasus-kasus pemerkosaan, setelah diperiksa positif minum alkohol terkait dengan kejahatan," ungkapnya.
"Kalau boleh kami berikan gambaran, dalam beberapa kasus tindak pidana memang ada hal-hal yang dilatarbelakangi karena alkohol," kata Karo Penmas Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setyono, dalam keterangannya, Sabtu (14/11/2020).
Namun demikian, pihak kepolisian enggan untuk menanggapi materi RUU Minol yang tengah dibahas oleh DPR RI.
"Terkait pembahasan RUU Minol tentunya saya tidak akan menanggapi itu karena itu ranahnya DPR," kata dia.
Baca juga: Tolak RUU Larangan Minuman Beralkohol, APIDMI: Tidak Punya Urgensi yang Jelas
RUU Larangan Minuman Beralkohol bisa menjerat penjual dan konsumen.
Dalam RUU tersebut tertulis, penjual bisa dipidana hingga 10 tahun dan yang mengonsumsi bisa dipenjara hingga 2 tahun.
Dikutip dari Kompas.com, RUU Larangan Minuman Beralkohol terdiri dari tujuh bab dan 24 pasal.
Antara lain berisi definisi minuman beralkohol, pengawasan, tata laksana pelarangan, hingga sanksi pidana bagi pihak yang melanggar.
- Andaikan RUU ini disahkan menjadi UU, maka setiap orang yang memproduksi, menjual (penjual), menyimpan, maupun mengonsumsi alkohol bisa terancam pidana.
Dengan kata lain, perdagangan miras tak lagi bisa dilakukan sembarangan jika RUU tersebut diloloskan parlemen.
"Setiap orang dilarang memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, Minuman Beralkohol tradisional, dan Minuman Beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," bunyi Pasal 6 draf RUU tersebut.
Ancaman pidana dan denda pedagang miras tersebut diatur dalam Pasal 19.
Hukumannya adalah pidana penjara paling lama 10 tahun.
"Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit (2) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)," bunyi Pasal 19.
Untuk klasifikasi jenis minuman keras atau miras yang dilarang di RUU tersebut terbagi dalam tiga kelas yakni golongan A, golongan B, dan golongan C.
Minuman keras golongan A adalah adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 1 sampai 5 persen.
Golongan B adalah adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 5 persen sampai dengan 20 persen.
Sementara golongan C adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 20 persen sampai dengan 55 persen.
Selain minuman beralkohol dari 3 jenis klasifikasi tersebut, RUU Larangan Minuman Beralkohol tersebut juga melarang peredaran minuman beralkohol dari miras tradisional dan miras campuran atau racikan.
Larangan minuman keras masih dikecualikan untuk waktu-waktu tertentu seperti untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh perundang-undangan, aturan ini tertuang dalam pasal 8.
Baca juga: Pemuda Ini Ditemukan dalam Kondisi Tak Sadarkan Diri di Jalan, Mulut Berbusa dan Tercium Bau Alkohol
Sementara isi Pasal 4 Bab II tentang Klasifikasi yaitu :
1. Minuman beralkohol yang dilarang diklasifikasi berdasarkan golongan dan kadarnya sebagai berikut:
a. Minuman Beralkohol golongan A adalah Minuman Beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 1% (satu persen) sampai dengan 5% (lima persen);
b. Minuman Beralkohol golongan B adalah Minuman Beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); dan
c. Minuman Beralkohol golongan C adalah Minuman Beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen).
2. Selain Minuman Beralkohol berdasarkan golongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang Minuman Beralkohol yang meliputi:
a. Minuman Beralkohol tradisional; dan
b. Minuman Beralkohol campuran atau racikan.
Sementara dalam Pasal 8 Bab III yang berisi tiga ayat memberikan pengecualian atau diperbolehkan mengonsumsi minuman beralkohol untuk kepentingan terbatas.
Ayat 2 berbunyi, kepentingan terbatas meliputi : kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.
(Tribunnews.com/Seno/Gigih) (Kompas.com/Tsarina Maharani)