News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sejarah Hari Toleransi Internasional, Diperingati Tiap 16 November, Berikut Cara Melawan Intoleransi

Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Hari Toleransi Internasional. Dalam artikel ini mengulas tentang sejarah Hari Toleransi Internasional yang diperingati tiap 16 November.

TRIBUNNEWS.COM - Hari ini, seluruh dunia tengah memperingati International Day of Tolerance atau Hari Toleransi Internasional, Senin (16/11/2020).

Hari Toleransi Internasional diperingati setiap tahun pada tanggal 16 November.

Dikutip dari laman United Nations, penetapan tanggal 16 November sebagai Hari Toleransi Internasional merupakan hasil kesepakatan dari Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1995.

Peringatan ini dideklarasikan Pada 16 November 1995 bertepatan HUT Ke-50 PBB.

Perserikatan Bangsa-Bangsa berkomitmen untuk memperkuat toleransi antar masyarakat hingga budaya.

Hari Toleransi Internasional. (National Today)

Sejarah Hari Toleransi Internasional

Pada ulang tahun ke-50 UNESCO, 16 November 1995, negara-negara anggota UNESCO mengadopsi Deklarasi Prinsip-Prinsip Toleransi.

Deklarasi tersebut, mengajak orang-orang untuk memperingati Hari Toleransi Internasional.

Tujuannya adalah lebih mengedukasi orang-orang tentang nilai-nilai toleransi.

Deklarasi ini menegaskan toleransi bukanlah perbedaan.

Toleransi merupakan penghormatan dan apresiasi kepada kekayaan budaya yang ada di dunia dan bentuk ekspresi sebagai manusia.

Toleransi mengakui hak asasi manusia secara universal dan kebebasan fundamental antar manusia satu dengan lainnya.

Secara alami, orang-orang berbeda satu sama lainnya.

Oleh karena itu, hanya toleransi yang dapat memastikan keberlangsungan masyarakat yang beraneka ragam di seluruh dunia.

Baca juga: Hari Toleransi Internasional Diperingati 16 November, Simak 10 Kutipan Tokoh tentang Toleransi

Baca juga: Sejarah Hari Ayah Nasional 12 November di Indonesia, Bagaimana di Negara Lain?

Deklarasi ini menyoroti toleransi bukan hanya sebagai tugas moral, tetapi juga prasyarat politik dan legal bagi individu, kelompok, maupun negara.

Deklarasi menempatkan toleransi dalam hubungannya dengan instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional yang disusun selama lima puluh tahun terakhir.

Selain itu, deklarasi prinsip-prinsip toleransi juga menekankan bahwa negara harus membuat rancangan undang-undang baru jika diperlukan.

Upaya ini dinilai harus diperhatikan untuk memastikan kesetaraan perlakuan dan kesempatan yang sama bagi semua kelompok ataupun individu di masyarakat.

Peringatan yang digagas oleh UNESCO ini juga berlatar belakang dari terjadinya ketidakadilan dan kekerasan, diskriminasi dan marginalisasi, yang merupakan bentuk umum dari intoleransi.

Pendidikan toleransi yang diinisiasi melalui peringatan Hari Toleransi Internasional bertujuan untuk melawan pengaruh yang mengarah pada ketakutan dan pengucilan pada orang lain.

Selain itu, untuk membantu generasi muda mengembangkan kapasitas independen, pemikiran kritis, serta penalaran etis.

Keberagaman yang ada seperti agama, bahasa, budaya, dan etnis bukan alasan untuk terjadinya sebuah konflik, tetapi harta yang memperkaya semua.

Atas dasar deklarasi tersebut, 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional setiap tahunnya.

Lantas, bagaimana intoleransi dapat dilawan?

Ilustrasi Hari Toleransi Internasional. Hari ini, tepat tanggal 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional, sejarah dan empat hal untuk melawan intoleransi. (Instagram UNESCO - Freepik)

Melansir dari laman Tolerance Day United Nations, ada empat hal yang harus diperhatikan dalam melawan intoleransi sebagai berikut:

Melawan intoleransi membutuhkan hukum

Setiap pemerintahan bertanggung jawab untuk menegakkan hukum-hukum hak asasi manusia, untuk melarang atau menghukum kejahatan-kejahatan dan diskriminasi terhadap minoritas, baik yang dilakukan oleh pejabat negara, organisasi privat ataupun individu.

Negara harus memastikan kesamaan akses pada pengadilan, komisioner hak asasi manusia maupun Ombudsman sehingga orang-orang tidak main hakim sendiri atau menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan permasalahan atau perselisihan yang dihadapi.

Melawan intoleransi membutuhkan pendidikan

Hukum dibutuhkan, tetapi belum cukup untuk melawan toleransi pada sikap individu.

Umumnya, intoleransi berakar pada keacuhan dan ketakutan, baik karena budaya lain, negara lain, ataupun agama lain.

Selain itu, intoleransi juga berhubungan erat dengan rasa harga diri yang berlebihan, baik secara personal, nasional, atau agama.

Hal-hal seperti ini tumbuh dan dipelajari pada usia muda. Untuk itu, dibutuhkan pendidikan tentang toleransi dan hak asasi manusia sedari anak-anak.

Pendidikan ini tidak hanya perlu dilakukan di bangku sekolah, tetapi juga di kehidupan sehari-hari.

Melawan intoleransi membutuhkan akses informasi

Intoleransi sangat berbahaya ketika dieksploitasi untuk tujuan politik tertentu, baik oleh individu maupun kelompok.

Untuk membatasi kemungkinan tersebut, perlu dikembangkan kebijakan yang menghasilkan dan mempromosikan kebebasan pers agar publik dapat membedakan antara fakta dan opini.

Melawan intoleransi membutuhkan kesadaran individu

Intoleransi yang terjadi di masyarakat merupakan gabungan dari intoleransi yang terjadi di individunya.

Kefanatikan, stereotype, stigma, penghinaan maupun candaan rasis adalah contoh dari ekspresi individu terkait intoleransi sehari-hari.

Untuk melawan dan mengurangi hal tersebut, setiap individu harus sadar dengan hubungan antara perilaku yang dilakukan dengan lingkaran setan dari ketidakpercayaan dan kekerasan dalam masyarakat.

Melawan intoleransi membutuhkan solusi lokal

Solusi-solusi atas masalah-masalah global dapat pula berupa solusi lokal, bahkan individual.

Jika menghadapi kasus intoleransi, seseorang tidak perlu menunggu aksi dari pemerintah ataupun institusi. Sebab, masing-masing individu adalah bagian dari solusi tersebut.

Aksi-aksi yang dapat dilakukan untuk melawan intoleransi harus tidak melibatkan kekerasan, misalnya adalah untuk mengatur jaringan akar rumput, untuk mendemonstrasikan solidaritas dari korban intoleransi, untuk mendiskreditkan propaganda kebencian.

Hal-hal tersebut dapat dilakukan untuk menyudahi intoleransi, kebencian, dan kekerasan.

Adapun sebagai informasi, berikut 10 kutipan untuk memperingati Hari Toleransi Internasional dari berbagai tokoh di dunia, dikutip Tribunnews dari berbagai sumber:

1. "Untuk memiliki keyakinan di jalannya sendiri, dia tidak perlu membuktikan bahwa jalan orang lain salah." - Paulo Coelho

2. “Toleransi bukanlah tentang tidak memiliki kepercayaan. Ini tentang bagaimana keyakinan Anda mengarahkan Anda untuk memperlakukan orang yang tidak setuju dengan Anda. " - Timothy Keller

3. “Dalam praktik toleransi, musuh seseorang adalah guru terbaik.” - Dalai Lama XIV

4. “Toleransi menyiratkan tidak adanya komitmen terhadap keyakinan sendiri. Melainkan mengutuk penindasan atau penganiayaan terhadap orang lain. " - John F. Kennedy

5. "Satu-satunya cara untuk memastikan orang yang Anda setujui dapat berbicara adalah dengan mendukung hak orang yang tidak Anda setujui." - Eleanor Holmes Norton

6. "Aku tidak suka apa yang kamu katakan tapi aku akan membela sampai mati hakmu untuk mengatakannya." - Voltaire

7. "Jika peradaban ingin bertahan hidup, kita harus mengembangkan ilmu hubungan manusia - kemampuan semua orang, dari semua jenis, untuk hidup bersama, di dunia yang sama dalam damai." - Franklin D. Roosevelt

8. “Hasil tertinggi dari pendidikan adalah toleransi” - Helen Keller

9. “Tidak ada yang terlahir dengan membenci orang lain karena warna kulitnya, latar belakangnya, atau agamanya. Orang harus belajar membenci, dan jika mereka bisa belajar membenci, mereka bisa diajari untuk mencintai, karena cinta datang secara lebih alami ke hati manusia daripada kebalikannya." - Nelson Mandela

10. “Bukan hak saya untuk menilai kehidupan orang lain. Saya harus menilai, saya harus memilih, saya harus menolak, murni untuk diri saya sendiri. Untuk diriku sendiri. " - Herman Hesse, Siddhartha

(Tribunnews.coom/Suci Bangun DS/Oktaviani Wahyu Widayanti, Tribunpontianakwiki.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini