TRIBUNNEWS.COM - Ahli Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Galang Taufani memberikan pandangannya terkait Rancangan Undang-undang Larangan Minuman beralkohol (RUU Minol).
Galang menyebut, selama ini aturan terkait minuman beralkohol telah diatur secara tegas di sejumlah pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Sebut saja seperti pasal 300 ayat 1 yang melarang penjualan miras kepada anak yang belum berumur 16 tahun.
Kemudian di pasal 492 yang mengatur pelanggaran hukum akibat kondisi seseorang saat mabuk.
"Sebetulnya KUHP diatur secara tegas mengenai minuman beralkohol ini," ucap Galang dikutip dari kanal YouTube Tribunnews, Rabu (18/11/2020).
Galang kemudian membandingkan antara KUHP dengan RUU Minol.
Baca juga: Menkumham Sebut RUU Minol Masih Sebatas Usul Sejumlah Anggota DPR
Baca juga: HNW Dukung Fraksi DPR untuk Sahkan UU Larangan Minol
Ia melihat dalam RUU Minol, DPR ingin mengatur lebih spesifik dan detail hal-hal yang tidak tersentuh oleh KUHP.
Ini tergambar dari 7 bab dan 24 pasal di dalam RUU Minol.
"Di RUU itu bisa kita lihat ketentuan misalnya, pengertian minuman beralkohol, klasifikasinya sampai dijelaskan detail di Bab II. Kemudian pelarangan juga diatur secara detail hingga pengawasannya."
"Kalau kita lihat masing-masing pasal dan bab, kelihatan sekali DPR ingin mengatur lebih detail dan spesifik soal minuman keras," urai Galang.
RUU Minol Memunculkan Konsekuensi
Galang memandang, ada atau tidaknya RUU Minol di masyarakat sama-sama mengandung konsekuensinya.
Ia kemudian memisalkan, jika minuman beralkohol masih diatur dengan KHUP, maka pemerintah harus memperhatian penegakan hukum nantinya.
"Harus jelas penegakan hukum bagaimana nantinya," tegas Galang.
Baca juga: Penjelasan PPP Soal RUU Larangan Minuman Beralkohol yang Diusulkan Masuk Prolegnas 2021
Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Atur Cuti Melahirkan untuk Istri 6 Bulan
Galang melanjutkan penjelasannya, jika RUU Minol disahkan dan diterapkan di tengah-tengah masyarakat.
Maka jika hal tersebut terjadi, ada sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan pemerintah terlebih dahulu.
Utamanya bagaimana menyusun RUU yang mudah dipahami serta tidak membuatnya multitafsir.
"Jangan sampai nanti justru menimbulkan masalah baru dalam masyarakat. Bagaimana rumusan pasal betul-betul bisa dipahami dan mudah untuk ditegakkan."
"Sekali lagi saya katakan, diatur lebih detail dan spesifik atau tidak diatur sekalipun punya konsekuensi masing-masing," ucap Galang.
Isi RUU Larangan Minuman Beralkohol
Rancangan Undang-Undang atau RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol kembali dibahas di Badan Legislali (Baleg) DPR.
RUU Larangan Minuman Beralkohol ini merupakan usulan DPR yang masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas prioritas 2020.
Diketahui, RUU Larangan Minuman Beralkohol ini merupakan usul inisiatif dari 21 anggota DPR, yaitu 18 orang dari Fraksi PPP, 2 orang dari Fraksi PKS dan satu orang dari Fraksi Partai Gerindra.
RUU ini merupakan rancangan undang-undang yang mengatur tentang larangan minuman beralkohol.
Larangan yang dimaksud dalam hal ini adalah setiap orang yang memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, menjual dan mengonsumsi minuman beralkohol yang tertera di BAB III Pasal 5, 6, dan 7.
Larangan tersebut tidak berlaku untuk kepentingan terbatas, seperti:
- Kepentingan adat
- Ritual Keagamaan
- Wisatawan
- Farmasi
- Tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan
Baca juga: RUU Larangan Minuman Beralkohol Diusulkan Masuk Prolegnas 2021, Ini Penjelasan PPP
Baca juga: PKS Minta Baleg DPR Cabut RUU HIP dari Prolegnas Prioritas 2021
Lantas minuman beralkohol seperti apa yang dilarang?
Pada BAB I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 dijelaskan, minuman beralkohol adalah minuman beralkohol yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi.
Baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman mengandung etanol.
Selain itu, minuman beralkohol tradisional dan campuran atau racikan juga dilarang dalam Pasal 4 Ayat (2).
Lalu apa tujuan dari larangan minuman beralkohol ini?
Dari RUU tersebut dijelaskan mengenai tujuan larangan minuman beralkohol:
1. Melindungi masyrakat dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh minuman beralkohol
2. Menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol
3. Menciptakan keteriban dan ketentraman di masyarakat dari gangguan yang ditimbulkan oleh peminum minuman beralkohol
Bagaimana ketentuan pidana apabila ada yang melanggar?
Di BAB VI tentang Ketentuan Pidana dijelaskan:
- Orang yang memproduksi Minuman Beralkohol dipidana dengan pidana penjara paling sedikit dua tahun dan paling lama 10 tahun atau denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
- Orang yang memasukkan, menyimpan, mengedarkan atau menjual Minuman Beralkohol dipidana dengan pidana penjara paling sedikit dua tahun dan paling lama 10 tahun atau denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
- Setiap orang yang mengkonsumsi Minuman Beralkohol dipidana dengan pidana penjara paling sedikit tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp 10 juta dan paling banyak Rp 50 juta rupiah.
(Tribunnews.com/Endra Kurniwan/Widya)