Laporan Wartawan Tribunnews.com, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mendukung upaya penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi, pemerintah melalui Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) berfokus pada upaya mengedukasi masyarakat akan pentingnya vaksin dan program vaksinasi Covid-19.
KPCPEN mengajak media massa turut andil menjalankan perannya sebagai pilar keempat demokrasi untuk mencegah disinformasi dan menyiarkan fakta akurat seputar program vaksinasi Covid-19.
Persiapan vaksin Covid-19 merupakan langkah vital pemerintah yang perlu tersampaikan secara tepat dan akurat ke seluruh lapisan masyarakat. Oleh karenanya, peran media massa menjadi faktor penentu keberhasilan sosialisasi vaksin Covid-19 di dalam negeri.
Agar terhindar dari bias dan informasi yang simpang siur, pemerintah mendorong media massa untuk menyiarkan persepsi positif seputar pemberitaan vaksin Covid-19 dalam mengatasi pandemi.
Media Massa Sebagai Ujung Tombak Sosialisasi Positif
Media massa terbukti memiliki peran besar dalam memberikan informasi akurat untuk mengedukasi masyarakat.
Berkat dukungan positif dalam menyampaikan informasi yang tepat dan terpercaya, peran serta media massa menjadi kunci penting keberhasilan program vaksinasi Measles-Rubella (MR) di Jawa Timur tahun 2017 lalu.
"Media sangat membantu program imunisasi MR di tahun 2017 dengan menyebarkan sosialisasi dan edukasi positif. Upaya ini sangat efektif membuat masyarakat bersedia untuk diimunisasi," ujar Dr. dr. Kohar Hari Santoso, Direktur RSSA Malang dan Ketua Tim Tracing Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur dalam Dialog Produktif dengan tema 'Belajar dari Sukses Vaksin MR di Jawa Timur dan Peran Media dalam Vaksinasi' secara daring di Media Center KPCPEN, Selasa (17/11/2020).
Diakui mantan Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur ini, pada mulanya banyak masyarakat menolak imunisasi akibat kurangnya informasi yang diberikan petugas kesehatan. Beredarnya banyak informasi yang tidak benar atau hoaks di kalangan masyarakat juga menjadi tantangan besar yang harus dihadapi kala itu.
"Salah satu yang penting diketahui masyarakat yaitu adanya kemungkinan demam pascaimunisasi. Kala itu ada kejadian seorang anak meninggal setelah imunisasi. Tim ahli klinis dengan sigap turun ke lapangan untuk menyelidiki penyebabnya. Ternyata sebab kematiannya bukan karena vaksin yang diberikan, melainkan si anak terkena Demam Berdarah Dengue (DBD)," kisahnya.
Sementara itu, Wahyoe Boediwardhana, salah seorang jurnalis dari komunitas Jurnalis Sahabat Anak membagikan prinsip dan strateginya dalam memerangi berita hoaks mengenai vaksin yang simpang siur mempengaruhi masyarakat.
"Kami lebih memilih membanjiri masyarakat dengan informasi positif dan terverifikasi. Jadi kami berbeda dengan pembuat hoaks yang tidak memiliki sumber informasi yang jelas. Sebelum kami memutuskan menyampaikan pesan ke masyarakat, justru kawan-kawan jurnalislah yang lebih dulu kami edukasi agar dapat menyebarkan pemberitaan yang akurat dan terpercaya. Selain itu, sangat penting bagi media massa untuk memahami karakter masyarakat di daerah masing-masing supaya informasi bisa tersampaikan dengan baik," terang Wahyoe.
Dalam kesempatan yang sama, baik dr. Kohar maupun Wahyoe menganjurkan kepada masyarakat agar mengenali ciri-ciri berita yang tidak benar dan langsung bergerak cepat dalam memverifikasi informasi
"Apabila ragu, langsung tanyakan pada ahlinya, seperti dokter dan para pakar terpercaya mengenai fakta vaksin yang ingin diketahui," imbuh dr. Kohar.