Oleh Aiman, pengakuan Napoleon itu kemudian dikonfirmasi dengan pengakuan anak buah Napoleon, Kombes I Made Oka dalam persidangan.
Menurut Aiman, dalam kesaksiannya di persidangan, I Made Oka mengatakan pada 2019 red notice Djoko Tjandra masih aktif.
Hal ini berbeda dengan pengakuan Napoleon yang menyebut red notice Djoko Tjandra sudah tidak aktif sejak 2014.
Menjawab hal itu, Napoleon mengatakan setelah tidak adanya perpanjangan pada 2014, status red notice Djoko Tjandra dinonaktifkan tapi belum terhapus.
Hal itu berlangsung hingga 2019.
"Red notice itu berlakunya 5 tahun. Sebelum 5 tahun apabila tidak ada perpanjangan maka statunya itu digrounded. Masih ada file-nya tetapi tidak berlaku lagi untuk penangkapan. Grouded ini masanya lima tahun sampai 2019, peride kedua. Apabila sampai Juli 2019 tidak diperpanjang maka namanya permently delete, terhapus secara permanen. Itulah makanya saat 2020, 22 April, setelah kami cek, tidak ada posibility untuk memperpanjang itu," beber dia.
Aiman juga mengkonfrmasi dengan pernyataan mantan Sekretaris Divhubinter Irjen (Purn) Setyo Wasisto yang menyatakan pada 2015, red notice Djoko Tjandra masih aktif hingga 2015.
Hal itu berbeda dengan pernyataan Napoleon yang menyatakan sudah terhapus sejak 2014.
Menurut Napoleon, pengakuan Setyo Wasisto itu sekedar keyakinan, bukan kenyataan atau fakta.
Pasalnya, pada 2015, Setyo membuat surat ke Imigrasi yang meminta Imigrasi memasukkan nama Djoko Tjandra dalam DPO.
"Kalau red noticenya masih berlaku, nggak perlu surat itu. Otomatis berlaku, masih ditangkap. Itu permasalahannya," beber dia.
Baca juga: Sidang Red Notice Djoko Tjandra, JPU Hadirkan 4 Saksi, Termasuk Sekretaris Pribadi Irjen Napoleon
Napoleon melanjutkan, pemeriksaan soal status red notice Djoko Tjandra harusnya dilakukan mengacu kejadian pada tahun 2014 tersebut.
Dan hal itu tidak terkait dengan dirinya karena saat itu ia belum berada di Divhubinter.
Bantah Terima Uang, Merasa Dikorbankan