News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Eksklusif Tribunnews

Politikus Muda Tsamara Amany Alatas: Politik Identitas Laku Juga di AS

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tsamara Amany Alatas

Dari segi polarisasi (pemilu Amerika) hampir mirip dengan pemilu Indonesia 2019. Artinya ada polarisasi yang berbasiskan agama, ada juga polarisasi yang misalnya sangat tajam karena fanatisme terhadap masing-masing kandidat.

Yang menurut saya berbeda itu antara sistem antara di Amerika dengan di Indonesia. Kalau di Amerika, sistemnya berbasis states. Kalau di kita itu, siapapun yang memenangkan suara terbanyak akan langsung menang, otomatis terpilih.

Kalau di Amerika, yang membuat situasinya menjadi seru adalah, meskipun orang itu memiliki suara terbanyak tapi tidak bisa memenangkan negara-negara bagian kunci, maka kandidat tersebut kalah.

Baca juga: Siap Kerjasama dengan Siapapun Presiden AS, Tapi Putin Belum Ucapkan Selamat ke Joe Biden

Jadi kita bisa lihat menariknya kemarin dinamikanya. Dan kalau di Indonesia itu pemilu pasti di saat hari pencoblosan, kita datang ke TPS nyoblos. Kalau di Amerika ada sistem namanya early voting.

Jadi seseorang bisa memilih lebih awal melalui pos, itu adalah salah satu cara yang dijamin oleh Amerika Serikat.

Melalui pos atau datang ke TPS sebelum hari H itu bisa dilakukan. Makanya kemarin suara-suara di negara-negara bagian di mana Trump menang kemudian menjadi Biden menang itu karena ada pos-pos masuk gitu. Akhirnya mengubah suara.

Apa yang membuat Pilpres AS ini jadi paling seru?

Kalau saya lihat bagi pendukung Biden dan bagi Demokrat, yang paling penting adalah mengalahkan Trump.

Jadi memang banyak orang yang merasa mengalahkan Trump ini adalah goal terpenting karena mereka merasa Trump itu sangat menghancurkan hidup mereka, terutama misalnya untuk kelompok-kelompok yang minoritas.

Di mana kelompok-kelompok ini melalui kebijakan misalnya Anti-Imigran Trump, juga misalnya ada kebijakan di mana Trump itu melarang visa kerja profesional di mana banyak professor yang akhirnya itu banyak di Amerika juga dilarang.

Jadi banyak kelompok-kelompok ini yang merasa hidupnya ditentukan oleh pemilu ini. Jadi itu yang membuat polarisasi menjadi panas.

Sementara di kubu Trump, memang fanatisme terhadap Trump merasa Trump sebagai representasi dari mereka itu juga tidak kalah kuat.

Jadi polarisasi ini menurut saya yang membuat situasinya menjadi seru. Dan yang menarik dari Demokrat itu perbedaan lebih banyak dibandingkan Republika. Republika belakangan ini cenderung vote Trump semua.

Awalnya di Demokrat ini untuk melawan Trump saja ada sosok seperti Bernie Sanders, Elizabeth Warren, Biden dan lain sebagainya.

Baca juga: Tekanan Terhadap Trump Kini Datang dari Partai Republik

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini